Webinar NGONTRAS#15 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-15) yang diselenggarakan oleh Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia Komisariat Jember (HISKI Jember) kali ini mengundang dua profesor linguistik dari UGM dan UNEJ. Kedua profesor membahas persoalan wacana tabu atau pamali, yang juga dikenal sebagai pantang larang. Keduanya bersepakat bahwa wacana tabu dalam berbagai kelompok etnik di Nusantara, di antaranya di Jawa, Bali, dan Madura tetap eksis hingga era digital sekarang ini. Meskipun demikian, sebagian di antaranya mulai ditinggalkan oleh masyarakat lokal.
Demikian rangkuman pembahasan dalam webinar dengan tema “Pantang Larang dalam Masyarakat Etnik.” Webinar secara daring melalui zoom meeting tersebut diselenggarakan atas kerja sama HISKI Jember dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Jember (FIB UNEJ), Jurnal Semiotika, dan Kelompok Riset OKARA: Bahasa dan Sastra Madura (KeRis OKARA), Sabtu (29/10/2022).
Webinar diselenggarakan dalam rangka perayaan Bulan Bahasa dan Sastra 2022. Kedua profesor yang diundang sebagai pembicara adalah Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. (FIB Universitas Gadjah Mada) dan Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. (FIB Universitas Jember), dengan moderator Dr. Ali Badrudin, S.S., M.A., anggota HISKI Jember sekaligus dosen FIB UNEJ, sedangkan pewara Muhammad Rizqi Hasan, mahasiswa Sastra Indonesia FIB UNEJ. Kegiatan Webinar dibuka secara resmi oleh Ketua Jurusan Sastra Indonesia FIB UNEJ.
Dalam sambutannya, Ketua Jurusan Sastra Indonesia FIB UNEJ, Dr. Agustina Dewi Setyari, S.S., M.Hum. mengingatkan pentingnya memperingati Bulan Bahasa dan Sastra 2022. Tahun ini, tema nasional perayaan tersebut adalah Bangkit Bersama. Dikatakannya bahwa ungkapan pendek ini sarat dengan makna.
Dewi juga menjelaskan bahwa momentum perayaan ini dimanfaatkan oleh HISKI Jember untuk mendiskusikan wacana pantang larang dan perkembangannya, yang masih dianut oleh sebagian besar masyarakat etnik di Indonesia. “Selamat menimba ilmu bagi seluruh audiens. Semoga dari kedua narasumber, kita dapat mengembangkan tema-tema budaya untuk riset ke depan,” kata Dewi.
Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A., sebagai pembicara pertama, mempresentasikan materi berjudul “The Use of Taboo and Euphemism in The Society”. Dosen FIB UGM tersebut mengawali presentasinya dengan mengungkap candaan bahwa di Madura seorang lelaki tidak boleh menikah dengan perempuan sekampung. Candaan tersebut dimaksudkan bahwa menikah dengan seluruh perempuan di suatu kampung, tidak boleh.
Kemudian Putu menjelaskan bahwa dalam masyarakat multietnis seperti Indonesia, ada berbagai pantangan, dan setiap masyarakat memiliki pantangan yang sama atau berbeda tentang hal-hal yang boleh atau dilarang oleh masyarakat. Kemudian Putu mencontohkan. Misalnya dalam masyarakat Bali, menikah dengan sepupu diperbolehkan, sedangkan dalam masyarakat Jawa hubungan perkawinan semacam ini dihindari. Dijelaskannya bahwa di Bali, orang tidak diperbolehkan menikah dengan istilah “makedengan ngad” (harfiah, mencabut pisau bambu). Namun, jika saudara laki-lakinya laki-laki, pernikahan secara tradisional dianggap memenuhi syarat.
Lebih lanjut, Putu menjelaskan bahwa dalam masyarakat Jawa, seseorang tidak diperbolehkan menikah dengan seseorang yang tinggal di tempat berseberangan (“nyujen” ‘tusuk sate’). Dalam masyarakat Bali, pantangan semacam ini tidak ada. Diungkapkannya bahwa baik masyarakat Jawa maupun masyarakat Bali memiliki orkes musik tradisional (“gamelan”). Oleh karena itu, tidak heran jika menginjak-injak instrumen gamelan sangat dilarang di masyarakat ini. Tidak hanya bagi para pemainnya, tetapi juga bagi orang lain.
Putu kemudian mengungkapkan bahwa untuk menghormati Saraswati, dewi ilmu pengetahuan, aktivitas duduk di buku ditolak secara serius oleh masyarakat Bali. Perilaku semacam ini mungkin juga tidak diperbolehkan di masyarakat lain tetapi dengan alasan yang berbeda. “Sebagai orang Bali, saya masih ingat kegiatan-kegiatan atau sikap perilaku yang masih dilarang, di antaranya yang telah saya sebutkan,” jelas Putu.
Dalam makalahnya, Putu sebagai orang Bali, menyebutkan contoh-contoh pantang larang. Di antaranya, untuk semua orang tidak diperbolehkan duduk di atas bantal dan guling, wanita tidak diperbolehkan pergi ke kuburan dan tempat suci, atau tempat-tempat seram lainnya selama menstruasi, setiap orang dilarang duduk di depan pintu, dan setiap anggota masyarakat tidak diperbolehkan melakukan kegiatan ritual apabila salah satu kerabatnya meninggal dunia atau dalam keadaan berduka.
Selain itu, Putu juga mencontohkan bahwa setiap orang dilarang keras mengucapkan kata-kata tidak senonoh di kuil atau di tempat rahasia lainnya. Dikatakannya bahwa siapa pun dilarang menyentuh kepala orang yang lebih tua, dan setiap orang tidak boleh bermain di luar selama waktu senja. “Setiap penjudi ayam jago tidak diperbolehkan meminjamkan taji logam untuk ayam jago lawannya. Ini sama dengan memberikan tombak musuh. Penjudi adu ayam juga tidak diperbolehkan memelihara ayam jantan yang pernah kalah dalam pertarungan,” tulis Putu.
Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. sebagai pembicara kedua, memaparkan materi berjudul “Bittowa dalam Masyarakat Etnik Madura”. Dijelaskannya bahwa dalam masyarakat etnik Madura, pantang larang lebih dikenal dengan istilah bittowa. Bittowa merupakan salah satu bentuk ungkapan tradisional yang berarti ‘petuah leluhur atau nasihat dari sesepuh’. Disebutkan bahwa bittowa berisi ancaman berupa malapetaka apabila tidak diindahkan/dipatuhi. “Tujuannya agar yang dinasihati tidak membantah dan melaksanakannya dengan penuh keyakinan,” jelas Sofyan.
Lebih lanjut, Sofyan menjelaskan bahwa bittowa mencakup tiga jenis, yakni gher-ogher, pantangan, dan bâbâlân. Gher-ogher adalah ‘pedoman’ yang berkaitan langsung dengan keadaan dan kelahiran. Hal ini disampaikan kepada orang dewasa. Pantangan adalah sesuatu yang sangat dilarang untuk dilakukan, karena dapat mengakibatkan malapetaka. Hal ini disampaikan kepada orang dewasa dan remaja. Sementara itu, bâbâlân adalah nasihat yang berupa larangan untuk melakukan sesuatu, lebih berkaitan dengan moral/etika. Hal ini disampaikan kepada anak-anak dan remaja.
Sofyan juga mengungkapkan fungsi bittowa. Dijelaskannya bahwa fungsi bittowa di antaranya menyampaikan pendidikan agama, menanamkan rasa kasih sayang, menyampaikan pendidikan budi pekerti, nasihat untuk kehidupan, nasihat untuk selalu mengasihi orang tua, dan upaya mendapatkan keselamatan diri dan keluarga. Terkait keselamatan keluarga, Sofyan mencontohkan dalam bahasa Madura. “Mon andi’ ana’ dâduwâ’ lalakè’ bân bâbinè’ kodhu èrokat. Maksudnya, jika mempunyai anak dua laki-laki dan perempuan, harus diruwat,” kata Sofyan.
Sementara itu, eksistensi bittowa relatif beragam, dalam arti sebagian masih dianut dan diikuti oleh masyarakat Madura, tetapi sebagian yang lain telah ditinggalkan. Eksistensi gher-ogher ada yang masih sering dilaksanakan, misalnya salameddhân atau ritual selametan. Gher-ogher yang sudah ditinggalkan di antaranya ruwatan atau rokat. Eksistensi pantangan yang masih dipatuhi, antara lain yang terkait dengan ritual permikahan dan pindah rumah, sedangkan yang sering ditinggalkan adalah yang terkait dengan persoalan tempat tinggal dan sikap keseharian.
Eksistensi bâbâlân masih dipercayai dan dilaksanakan, khususnya yang sanksinya berhubungan dengan keselamatan. Banyak pula bâbâlân yang sudah tidak eksis bahkan dibantah dan dijadikan candaan. Hal seperti ini sangat banyak, terutama yang sanksinya tidak berhubungan keselamatan. “Ada bâbâlân yang kurang dipercayai tetapi tidak pernah dibantah, yaitu bâbâlân yang sanksinya èkamatè embu’ atau kematian ibu,” jelas Sofyan.
Acara NGONTRAS#15 yang diikuti 270-an peserta, dilanjutkan dengan berdiskusi interaktif hingga acara berakhir. Sesi penutupan dilakukan oleh pewara dengan pantun: Ucap leluhur musti dipatuhi, demi menjaga keselamatan diri. Sungguh sangat sayang sekali, diskusi kita berakhir di sini. Dilanjutkan dengan: Hidup akan berakhir naas, kalau laku terus tak pantas. Jika Anda masih belum puas, kita kan bertemu di NGONTRAS#16.
Bagi yang berhalangan bergabung, rekaman zoom dapat disimak ulang melalui HISKI JEMBER OFFICIAL, https://bit.ly/YoutubeHISKIJember.***