[:id]Pemerintah berencana menerapkan tiket tambahan sebesar 750 ribu rupiah bagi wisatawan domestik yang menaiki Candi Borobudur. Akademisi dosen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Suharto, M.A. menyampaikan kalau dalam kajian akademis sebenarnya mahal. Namun demikian perlu ada kajian lebih lanjut, mengingat besaran tambahan itu untuk masalah apa, kalau memang demi kebaikan situs itu sah-sah saja, mengingat Candi Borobudur umurnya sudah tua. Dengan demikian sudah sepantasnya mendapat perlindungan ekstra.
Lebih lanjut, Suharto atau biasa disapa MakNdon menyampaikan pada saat hari normal sebelum pandemi titik puncak kunjungan ke Candi Borobudur mencapai 3,7 juta pengunjung dalam satu tahun dengan rincian mendekati setengah juta orang asing.
Kenyataan ini sangat berbahaya apabila semua orang menaiki Borobudur, mengingat Borobudur hanya tumpukan batu andesit bukan batu besar yang solid sehingga bisa longsor kapan saja. Hal ini tentu menjadi catatan khusus secara ilmiah jangan-jangan Borobudur diukur dari segi komersial belaka mengingat pengelolaan Borobudur oleh BUMN yang nota bene hanya berbicara laba dan profit saja. Sedangkan dari awal Borobudur didirikan sebagai tempat ibadah agama Budha Mahayana.
Sepantasnya Borobudur diberikan pada umat yang mewakili agama tersebut dan Borobudur kembali menjadi bagian penting bagi peziarah pemiliknya sebagai rumah ibadah sebagaimana agama yang lain, menurut saya itu lebih bijak dari sekedar tempat wisata belaka yang terkadang mereka yang datang sebatas selfi mengingat merasa tidak bertanggung jawab karena bukan bagian dari agamanya.
Sehingga Borobudur bukan sebagai sumber cuan tetapi menjadi sumber inspirasi spiritual yang tentu lebih mengena dalam perannya sebagai bagian kemanusiaan secara umum bukan sekedar dikagumi dan dihormati justru akhirnya Borobudur sebatas benda mati tanpa adanya peran penting dalam memberi kontribusi kebudayaan Indonesia yang mendukung kebhinekaan yang merupakan mahkota dan mutiara manusia Nusantara seutuhnya.
Keadaan ini membawa penghargaan yang setinggi-tingginya mengingat itu mahakarya yang memang luar biasa secara fisik maupun wujud spiritual nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah berperadaban tinggi serta menjunjung budaya sebagai peletak dasar kemanusiaan yang sebenarnya.[:]