NGONTRAS#30 HISKI Jember: Film Pecel Plus-Plus Memotret Persoalan Dinamika Keluarga

Film adalah potret kehidupan. Film Pecel Plus-Plus berisi potret kehidupan, khususnya persoalan dinamika keluarga, yang ada di sekitar lingkungan sosial sineas. Plus-Plus di satu sisi terkait dengan konteks praktik pijat esek-esek, sedangkan di sisi lain terkait dengan upgrade resep pecel yang digandrungi warga, karena resepnya tidak lagi menggunakan sarana pesugihan.

Demikian ringkasan substansi webinar, dengan tema Bedah Film Pecel Plus-Plus karya M. Farhan Suryo, yang dilaksanakan atas kerja sama Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia Komisariat Jember (HISKI Jember) dengan Jurusan Sastra Indonesia & Program Studi Televisi dan Film Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ), Jurnal Semiotika, Kelompok Riset Pertelaahan Sastra Konteks Budaya (PERSADA), Kelompok Riset Film Studies (FILM STUDIES), dan Kelompok Riset Media, Budaya, & Gender (MEDAGEN), Sabtu (27/1/2024).

Dalam webinar secara daring tersebut, HISKI Jember mengundang Elara Karla Nugraeni, M.Sn. (Program Studi Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta), dan M. Farhan Suryo, S.Sn. (kini Alumni PSTF FIB UNEJ, menjadi Asisten Editor di Ritme Storyteller, Tangerang Selatan). Webinar dipandu oleh moderator Fajar Aji, S.Sn.,M.Sn., dosen PSTF yang sedang studi S-3 di ISI Surakarta, sekaligus anggota HISKI Jember. Pewara Fatmawati dan host Novianti Pratiwi, keduanya mahasiswa FIB UNEJ. Kegiatan webinar dibuka secara resmi oleh Koordinator PSTF, Muhammad Zamroni, S.Sn., M.Sn.

Dalam sambutannya, Muhammad Zamroni mengapresiasi kepada semua pihak yang telibat dalam penyelenggaraan webinar ini, karena PSTF telah diajak kerja sama untuk kegiatan rutin NGONTRAS. Ditekankannya bahwa dengan bedah film karya-karya dosen dan mahasiswa PSTF UNEJ, banyak perspektif baru yang muncul dan tidak terpikirkan oleh teman-teman ketika memproduksi film. “Terus terang tahun lalu, film saya, film Sekar, ketika dibedah dalam Webinar NGONTRAS, banyak perspektif baru dari audiens yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Hal ini di luar dugaan saya. Semoga bedah film Pecel Plus-Plus kali ini juga muncul perspektif baru dari audiens,” jelas Zamroni.

M. Farhan Suryo (muhfarhansuryo@gmail.com), dalam paparannya, menceritakan bahwa ide dasar filmya tidak jauh dari peristiwa yang ada di sekitarnya, termasuk dalam keluarga-keluarga yang ada di lingkungannya. Karya film tidak jauh dari peristiwa-peristiwa yang diketahuinya, termasuk persoalan pecel, terapis pijat, mistik pesugihan, hingga ormas tertentu.

Disebutkannya bahwa ide Pecel Plus-Plus muncul saat COVID-19 yang banyak pekerja dirumahkan, termasuk para terapis pijat. Namun, karena dirinya ingin membuat film komedi, maka dipadukanlah ide tersebut dengan kisah-kisah lain. Disebutkan bahwa akhirnya dipadukan dengan kisah tentang pecel, “karena saya pindah dari Bekasi ke Blitar, dan di Blitar salah satu makanan khasnya adalah pecel,” jelas Farhan, yang telah memproduksi lima film, yakni Ayun (2020), Pecel PlusPlus (2022), Agak Laen (2023), Ellyas Pical (2023), dan Titik Nol (2024).

Lebih lanjut, lelaki kelahiran Bekasi ini mengungkapkan bahwa agar cerita menjadi kompleks, maka dipadukanlah dengan resep rahasia, yakni resep pecel terkait pesugihan atau penglaris. Disebutkan bahwa konteks pesugihan tersebut diketahui Farhan dari salah satu Pakdenya, yang terlibat pesugihan untuk judi togel. Di sisi lain,  kata Farhan, juga terinspirasi model film Stephen Chow dan Warkop DKI. “Film saya banyak terinspirasi oleh film-film Stephen Chow. Proses penyusunan naskah saya lakukan sekitar delapan bulan, dan pengambilan gambar di lapangan atau shooting sekitar 13 hari,” jelas Farhan, yang kini bekerja di Ritme Storyteller, sebagai Asisten Editor Offline.

Dalam merespons audiens, Farhan mengungkapkan bahwa film action yang dibuatnya dielaborasi dengan komedi. Hal ini diakuinya sangat terinspirasi oleh film-film Stephen Chow. Farhan juga mengungkapkan bahwa 90% pemain yang diambilnya dilakukan melalui casting, secara terbuka untuk umum. Disebutkannya bahwa film yang dibuatnya berisi potret kehidupan, khususnya persoalan dinamika keluarga, yang ada di sekitar lingkungan sosialnya.

Sementara itu, judul Pecel Plus-Plus dipilih karena terkait ekspektasi penonton. “Plus-Plus ini terkait dua konteks, yakni di satu sisi terkait dengan panti pijat esek-esek, sedangkan di sisi lain terkait dengan resep pecel yang ditemukan oleh tokoh Lastri, yang berbeda dari resep sebelumnya yang bersifat mistis. Jadi, terkait dengan upgrade resep pecel yang digandrungi warga, karena resepnya tidak lagi menggunakan sarana pesugihan.” jelas Farhan.

Elara Karla Nugraeni (elarakarlanugraeni@isi.ac.id), yang mengulas film Pecel Plus-Plus, mengawali dengan mengungkapkan bahwa dirinya juga menyukai film-film Stephen Chow, yang juga menjadi inspirasi film Pecel Plus-Plusini. Film Stephen Chow banyak humor, gestur ekspresi juga sangat ditekankan, termasuk dialog-dialognya. “Jadi, film Pecel Plus-Plus ini sangat terasa karakteristik Stephen Chow-nya,” tandas Elara.

Kemudian perempuan kelahiran Solo ini menjelaskan tentang konten, konsep, dan konteks dalam film Pecel Plus-Plus. Disebutkan bahwa konten adalah hal yang tampak dan dapat didengar, yang dapat dinikmati dari tampilan film bernuansa action, horor, dan komedi tersebut. Sementara itu, konsep dan konteks merupakan hal yang abstrak, yang implisit disiapkan dan dikemas oleh sineas. Konsep terkait dengan statement yang disampaikan oleh film, sedangkan konteks terkait dengan sejarah atau riwayat substansi film.

Dengan model kajian strukturnaratif Aristoteles, Elara mengidentifikasi rangkaian kisah, mulai dari ruang peristiwa yakni warung pecel, pengenalan tokoh mulai dari Pak Bangkit, Kiai, Sarbini, Lastri, Asih, hingga Bos Ormas, pengenalan konflik yakni pesanan 500 bungkus pecel dan pertikaian antara Lastri dan Bangkit, serta  pengenalan konsep yakni pesugihan dan perilaku ormas. “Karena proses penulisan naskah hingga editing dilakukan oleh sutradara, sehingga statement-nya kena, maka naratifnya kuat, sehingga hasil film menjadi bagus. Isi cerita tidak kosong,” jelas Elara, yang punya pengalaman sebagai juri pada Festival Film Jogja-NETPAC JAFF ke-12 (2017) dan Lomba Video Pendek Cabang Seni pada POSPENAS (2022).

Dalam merespons audiens, Elara menjelaskan bahwa kritik film tidak sekadar persoalan suka dan tidak suka. Diungkapkannya bahwa ada tiga hal yang perlu dicermati, yakni konten, konsep, dan konteks. Dalam implementasinya, hal yang penting, yakni cara atau strategi yang dilakukan oleh sineas dalam pergerakan kamera, khususnya dalam memproyeksikan statement dari filmakernya. “Jadi, apakah sesuai, misalnya zoom-in yang dilakukan kamera, untuk menunjukkan statement filmaker tentang lelaki sejati, misalnya. Atau, menggunakan shoot-padat, misalnya. Hal ini untuk memberi makna yang mendukung statement filmaker. Hal lain yang tidak lepas adalah aspek naratif dan sinematik,” jelas Elara, yang menulis artikel “Analisis Script Momentum pada Film Animasi Mulan” (2023).

Elara dalam merespons audiens lain, menjelaskan bahwa film-film estetis semacam karya Garin Nugroho tidak cukup hanya mengandalkan aspek filmis, tetapi juga memuat elemen-elemen seni rupa. Pergerakan kamera juga harus mengikuti karakter dan jalan cerita. Selain itu, perlu pemahaman mendalam dan pembacaan banyak film. “Dengan cara itu, maka paradigma kita akan terbuka, sehingga kita dapat menyiapkan film yang estetis. Isinya seperti apa, teknis sinemanya bagaimana, dan dikemas seperti apa? Nah, itu yang perlu disiapkan,” jelas Elara, yang tergabung dalam organisasi profesi PUSPIN, dan LSP-P3 Seni Pertunjukan, sejak 2023.

Webinar NGONTRAS#30 yang dihadiri 230-an partisipan, dilanjutkan dengan berdiskusi interaktif hingga acara berakhir. Sesi penyerahan sertifikat secara simbolis dilakukan oleh Dra. Titik Maslikatin, M.Hum. kepada kedua narasumber.

Moderator dan pewara menutup acara dengan pantun. Sarapan pagi makan pecel, siang malam juga makan pecel. Terima kasih sudah berdiskusi Pecel Plus-Plus, sampai bertemu kembali dalam NGONTRAS plus-plus. Bunga mawar bunga melati, keduanya bunga favorit Farhat. Terimakasih untuk para pemateri, yang telah berdiskusi dengan hangat. Setangkai mawar kupegang erat-erat, sembari menuruni tangga satu persatu. Jangan rindu karena rindu itu berat, sampai jumpa di NGONTRAS tiga puluh satu.

Bagi yang berhalangan bergabung, rekaman zoom dapat disimak ulang melalui HISKI JEMBER OFFICIAL, https://bit.ly/YoutubeHISKIJember.***

Related Posts

Leave a Reply