Adi Setijowati
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
adi_setijowati@unair.ac.id
Abstrak
Dua teks sastra yang ditulis peranakan Cina menggambarkan cara bertahan orang Tionghoa di Indonesia. Mereka memerlukan fleksibilitas yang tampak pada penggunaan bahasa, genre sastra, dan filosofinya yang terhubung dengan lingkungan masyarakat tempat mereka tinggal. Pemerintah kolonial Belanda dan Orde Baru memperlakukan mereka juga mendua. Warisan itu sampai sekarang berwujud penggantian nama Tionghoa dengan nama Indonesia agar mendapat identitas WNI. Mereka inklusif, dengan melindungi dirinya dari kekerasan. Pada mulanya lebih aman menggunakan nama
Barat yang netral. Sampai saat ini Tionghoa Peranakan cenderung mengidolakan Barat sambil melakukan silang budaya melalui upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian. Kebanyakan memeluk agama samawi sambil tetap melaksanakan upacara tradisional Cina, Jawa, dan Barat. Praktik hibrid tidak lagi dapat dialek karena mereka berasal dari berbagai identitas yang mengarah pada semangat multikultur yang membuat mereka bangun bersama dari sentimen etnis.
Kata kunci: Cina, etnis, hibriditas, identitas, peranak
TEXT FULL : PDF