KEPEMIMPINAN PRAKOLONIAL DALAM NAGARA KRTAGAMA DAN BABAD TANAH JAWI

[:en]dan Seni Universitas Negeri Jakarta
Pos-el: saifur_rohman2000@yahoo.com
Abstrak
Artikel ini mendiskusikan representasi kepemimpinan dalam dua naskah, Nagara Krtagama (1365) dan Babad Tanah Jawi (1788). Saya berargumen bahwa Negara Krtagama merepresentasikan kepemimpinan Kerajaan Majapahit, sedangkan Babad Tanah Jawi merepresentasikan kepemimpinan Kesultanan Demak, Mataram, dan Pajang. Pertimbangan interdisipliner melibatkan kajian filsafat, psikologi, sastra, dan budaya– membantu saya untuk memformulasikan anggitan kepemimpinan pascakolonial dalam tubuh pemerintah Indonesia yang masih memobilisasi konsep kepemimpinan prakolonial. Dengan
menggunakan metode semiotika dan heuristik, saya menemukan lima elemen kepemimpinan prakolonial, yakni: (1) sumber legitimasi; (2) nilai bersama sebagai norma; (3) media komunikasi; (4) strategi kepemimpinan; dan, (5) pemecahan masalah. Saya menyimpulkan bahwa strategi kepemimpinan lampau yang digunakan dalam kepemimpinan masa kini merupakan indikasi simptomatik kepemimpinan prakolonial Mataram. Karakteristiknya adalah manipulasi legitimasi, kurangnya kesadaran moral, dan berdasarkan permainan kuasa.
Kata kunci: Nagara Krtagama, Babad Tanah Jawi, kepemimpinan prakolonial

TEXT FULL : PDF

A. Pendahuluan
Laporan Kompas yang berjudul “Indonesia
Kian Dekati Negara Gagal” (7/3/11)
menunjukkan gejala kelemahan sistem
reproduksi kepemimpinan pasca-Orde
Baru.
Perubahan yang sudah berjalan
lebih
dari sepuluh tahun hanya menyisakan
kepemimpinan yang tidak mampu memecahkan masalah-masalah
mendesak dan gagal memproduksi sistem
kepemimpinan kuat dan bisa dipercaya.
Artikel ini mengkaji kepemimpinan
yang terdapat pada Kakawin Dēśa Warņnana
uthawi Nāgara Kŗtagama (selanjutnya
disingkat NK) dan Babad Tanah Jawi
(kemudian disingkat BTJ) kemudian
direfleksikan untuk kepemimpinan masa
kini. NK diasumsikan sebagai representasi
ideologi Hindhu-Buddha yang jejakjejak
pikirannya dapat ditemukan dalam
Pancasila. BTJ diasumsikan sebagai representasi
dari ideologi Islam yang jejakjejaknya
dapat ditemui dalam mayoritas
masyarakat Indonesia sekarang. Konstruksi
kepemimpinan yang dihasilkan oleh dua
representasi itu sangat bermanfaat sebagai
dasar penjelasan terhadap model kepemimpinan
masa kini.
Kajian kepemimpinan dalam NK
dan BTJ dilakukan untuk mencari keselarasan
kepemimpinan masa lalu
dengan kepemimpinan
masa kini. Kajian
masa kini memberikan petunjuk tentang
keterputusan konsep-konsep kepemimpinan
masa lalu. Dengan demikian,
penelitian-penelitian psikologi Barat tentang
kepemimpinan sebagaimana dilaporkan
oleh Gene Klann (2007), R. Mai
dan Ackerson (2003), dan Richard W. Paul
(2002) belum tentu sesuai dengan konteks
Indonesia.
Perspektif kepemimpinan memanfaatkan
hasil pembacaan terhadap Gene Klann
(2007), R. Mai dan Ackerson (2003), dan
Richard W. Paul (2002), yang menyatakan
terdapat empat hal yang menjadi tolok
ukur kepemimpinan yang efektif. Pertama,
sebagai navigator yang menunjukkan arah
perubahan dalam sebuah kelompok. Kedua,
sebagai agen kecerdasan, yakni memberikan
prioritas kegiatan-kegiatan pembelajaran
yang berkelanjutan. Ketiga, sebagai pembangun
komunitas, yakni membangun jaringan
dengan orang-orang terbaik dengan
cara penciptaan cerita untuk tujuan-tujuan
bersama. Keempat, sebagai agen perubahan
yang bermakna bahwa pemimpin haruslah
mampu merespons perubahan-perubahan
melalui
antisipasi-antisipasi yang paling
mungkin.
Empat hal itu pula yang memengaruhi
The Ary Suta Center Series on Strategic
Management untuk menyusun kinerja
kepemimpinan. Berdasarkan makalah berjudul
”Role of Inteligence in Leadership
Communication”, dia mempertanyakan
modus-modus komunikasi pemimpin
yang sedang terjadi. Sebagai contoh,
kasus-kasus besar yang terjadi di lembaga
legislatif, yudikatif, dan eksekutif merupakan
cermin lemahnya kemampuan
para pemimpin. Karena itu, dia bersimpulan:
”Kinerja seorang pemimpin
(leadership performance) dapat ditentukan
dari bagaimana cara pemimpin tersebut
membangun hubungan (relationship
building)
dengan menjalankan fungsinya
sebagai navigator, agen dari kecerdasan
bagi pengikutnya (agent of intelligence),
community developer, dan agen perubahan
(agent of change)” (Suta, 2010:20).
Masalah utama yang hendak dikaji
dalam artikel ini adalah apa koherensi kepemimpinan
prakolonial dalam konstruksi
kepemimpinan masa kini? Berdasarkan
framing masalah di atas, relevansi konsepkonsep
kepemimpinan dalam konteks
Indonesia
itu menjadi sangat perlu dibingkai
melalui konsep kepemimpinan yang
didasarkan pada dua teks di atas.
Hasil kajian ini dijelaskan melalui (1)
deskripsi atas dua teks sebagai objek kajian,
(2) model kepemimpinan dari dua teks,
dan (3) relevansi dengan kepemimpinan
masa kini. Temuan mengangkat lima hal,
yaitu: (1) legitimasi pemimpin, (2) perilaku
pemimpin, (3) medium komunikasi, (4)
nilai-nilai dasar anggota kelompok, dan
(5) kasus-kasus situasional dalam proses
kepemimpinan. Konfirmasi faktual itu dilakukan
melalui pembacaan naratif untuk
menghasilkan sekuen sebagai satuansatuan
dalam cerita sebagai satu sistem.
Hasil pembacaan terhadap masing-masing
teks dibandingkan di dalam sebuah bagan.
Keluaran yang diharapkan adalah sebuah model kepemimpinan yang bisa dijadikan
sebagai paradigma dalam pemahaman
kepemimpinan.
B. Kepemimpinan dalam NK
NK adalah sebuah buku yang secara
umum berisi sejarah politik, sosial, dan tata
pemerintahan pada abad ke-14, pada masa
keemasan kerajaan Majapahit. Naskah NK
telah diakui oleh badan dunia UNESCO
dan terdaftar dalam The Memory of the World
Regional Register for Asia/ Pacific (Kompas, 24
Mei 2008). Judul lengkapnya adalah Kakawin
Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama. Secara
etimologis, kata kakawin berarti sebuah karya
tulis dalam bahasa Kawi yang menggunakan
bentuk, ritme, dan suku kata tertentu. Kata
desa berarti ‘wilayah’, kata warnnana berarti
‘aneka ragam’. Sementara itu, kata nagara
berarti ‘negara’, krta berarti ‘kejayaan’ dan
gama berarti ‘agama’. Terjemahan bebasnya
mengacu pada arti penulisan berbagai daerah
atau negara berdasarkan tradisi agama yang
suci (Riana, 2009:x). Karya ini ditulis oleh
Mpu Prapanca, seorang pujangga istana
Majapahit,
pada 1365 (1287 Saka) ini dan
pertama kali ditemukan 1894 oleh J.L.A.
Brandes, seorang staf bidang kebudayaan
pemerintahan Belanda (Slametmuljana,
1979:37).
Cerita dalam NK dibagi dalam wirama
atau pembaitan yang dalam sastra
Jawa baru disebut pupuh. Pembaitan itu
menggunakan irama, jumlah suku kata,
serta baris yang mengikuti pola-pola
tertentu sehingga bisa dinyanyikan. Wirama
berasal dari bahasa Sanskerta yang
berarti
“ritme” (Zoetmulder, 2004:1444).
Menurut Riana, NK terdiri atas 386 bait
dan masing-masing bait terdiri atas 4 baris.
Ada 98 bagian dan 41 wirama (pola puisi).
Hasil penelitian Riana dimanfaatkan untuk
menyusun sekuen cerita objek penelitian.
1. Legitimasi: Pemimpin Titisan
Dewa
Kepemimpinan dalam NK didasarkan
pada nilai-nilai yang dipercayai masyarakat.
Masyarakat membutuhkan sosok
yang adikodrati, yang memberikan buktibukti
atas apa yang dipercayai selama
ini. Sementara itu, masyarakat pada abad
ke-10 hingga abad ke-13 didominasi oleh
kepercayaan Hindu dan Buddha. Teologi
atas kepercayaan ini bertumpu pada
deskripsi tentang kehadiran dewa di
kayangan. Dewa ini mengatur jalannya alam
raya. Hal-hal terkecil di dalam fenomena
sosial dianggap sebagai manifestasi dari
pengaturan
alam raya.
Raja Hayam Wuruk lahir di Kahuripan
pada 1334 Masehi (Riana, 2009:54). Penulis
NK (Mpu Prapanca) menyamakan model
kepemimpinannya dengan Sang Hyang
Giri Pati sebagai pelindung jagat raya. Dia
dianggap sebagai titisan dari Sang Hyang
Giri Nata yang bersemayam di Gunung
Semeru. Titisan adalah perwujudan dari
abstraksi
tentang segala sesuatu. Secara
kognitif, Raja Hayam Wuruk dianggap
“Menguasai segala hal yang rahasia dalam
filosofi aliran Wisnawa.” Hayam Wuruk
digambarkan sebagai Dewa Kekayaan memiliki
banyak pengetahuan dan mampu
meredam segala marabahaya (Riana,
2009:5). Raja dicitrakan sebagai “dewa
mangindha rat juga siran lumanglangi jagat”
bermakna penjelmaan dewa yang sedang
mengelilingi dunia.
2. Strategi: Pelestarian Norma
Strategi adalah cara-cara untuk mencapai
tujuan yang diungkapkan secara
langsung
maupun tidak langsung. Strategi
kepemimpinan dalam NK tampak dalam
kebijakan-kebijakan yang diterapkan terhadap
rakyatnya. Strategi itu dinamakan
dengan Sahana Kadhyaksa (tugas-tugas
kepemimpinan) (Riana, 2009:59).
Bagi Hayam Wuruk, kepemimpinan
memerlukan habitat supaya lestari. Hubungan
antara pemimpin dan anggota
diibaratkan sebagai singa dan hutan.
Keraton adalah singa, sedangkan wilayah
adalah hutan. “Bila wilayah (desa-desa) itu
rusak, negeri (keraton) akan kekurangan
bahan
pangan, bila tidak ada alat negara
yang kuat pasti negara luar mudah
menyerangnya, karena itu, pelihara dan pertahankan keduanya agar berhasil
perintahku” (Riana, 2009:421). “Visi
kepemimpinan
terlihat jelas, yakni harus
berhasil menghilangkan kesengsaraan
rakyat”
(Riana, 2009:53). Dikatakan pula
bahwa
Baginda Raja telah “masyhur
keutamaannya menyejahterakan rakyat,
murah hati pada orang miskin, pengasih
pada orang menderita, sungguh penjelmaan
dewa” (Riana, 2009:192).
Guna mencapai hal itu, habitat yang
dibangun adalah terbentuknya wilayah
kesatuan. Itu berarti, konsepsi politik
dalam kepemimpinan Jawa berada pada
wilayah kesatuan (nagara tunggalan), yakni
dalam satu wilayah Mapajahit. Bila
ada pemberontakan, langkahnya adalah
“semua
dimusnahkan oleh angkatan laut
bersama
para perwira yang telah berjasa”
(Riana, 2009:110). Tujuan penyatuan
adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan kekayaan. Hal itu tertuang
dalam kutipan: “Meningkatkan kekayaan
Baginda Raja hasilnya untuk
biaya penyelenggaraan negara” (Riana,
2009:418).
b. Pengumpulan pajak. Majapahit sebagai
sebuah kelompok memiliki sumber dana
yang otonom melalui pajak. Hal itu terlihat
dalam kutipan: “Desa-desa dalam
wilayah negeri menyerahkan pajak bagaikan
air mengalir dipersembahkan
menurut aturan” (Riana, 2009:69).
c. Menjamin kebesaran dan kelestarian
organisasi. Kelestarian itu melalui norma-
norma yang terbentuk. Penyatuan
itu dilakukan “Agar berhasil perintah
baginda ke mana pun disuruh pergi,
menegakkan agama Syiwa sehingga
tidak menyimpang” (Riana, 2009:106).
Tujuan tersebut diterapkan melalui
sejumlah kebijakan politik berikut.
a. Penetapan daerah-daearah spiritual
keagamaan,
yakni tempat karesian.
Keistimewaan yang dimiliki adalah bebas
pajak (Riana, 2009:369).
b. Perlindungan terhadap figur pemimpin
dan cendekiawan. Bagi Hayam Wuruk,
”Semua orang utama dan orang bijak
apa pun jenisnya semua dilindungi dan
dijaga” (Riana, 2009: 384).
c. Pemberian fasilitas terhadap para penjaga
moralitas. Dalam NK disebutkan
bahwa Raja selalu ”Menentramkan
para pertapa di pantai di gunung di
hutan di semua tempat diawasi agar
aman melaksanakan tapa brata semadi
memohonkan keselamatan dunia”
(Riana, 2009:385).
d. Pemberian piagam terhadap prestasi
spiritual. Disebutkan, “Baginda amat
besar
minatnya agar tegak tiga mazhab
keagamaan (tripaksa) di Jawa. Ditulis
pula, Baginda dari awal giat menulis
dalam piagam agar tetap diindahkan”
(Riana, 2009:386).
3. Medium: Prinsip Keteladanan
Media merupakan alat untuk
menyampaikan sesuatu. Praktik kepemimpinan
di Majapahit menunjukkan
bahwa bahasa adalah sebuah
medium,
tetapi bahasa yang dimanfaatkan berasal
dari media lain yang sudah menjadi
bagian dari struktur masyarakat berupa
penegakan prinsip-prinsip keteladanan.
Kepemimpinan Hayam Wuruk tampak
melalui ketekunannya memelihara tapa
brata dan memegang teguh ajaran Syiwa
Buddha (Riana, 2009:216). Warisan berupa
material culture –seperti candi– menjadi
bagian dari mekanisme komunikasi antara
pemimpin dengan rakyatnya.
Tertulis, “Maka dibangun candi agar
tanah Jawa bersatu kembali, agar Baginda
serta kerajaan kuat tegak dikenal oleh dunia
kemudian tidak meragukan, tanda Baginda
berjaya memimpin negara bukti seorang
raja besar yang berwibawa” (Riana,
2009:337). Kutipan itu menunjukkan candi
sebagai media penyampai pesan tentang
kepemimpinan, kebesaran, dan
kewibawaan.
Candi sebagai lambang
tegaknya
norma masyarakat, kekuatan
negara,
dan orientasi-orientasi yang jelas.
Keteladanan ini disebut dengan Pangaranarya,
”Gelar Kebangsawanan”
seperti,
Sang tuhwarrya lekas niran
pangaranarya yukti satirun, artinya ‘yang
berhak menyandang gelar Arya adalah
yang perbutannya benar-benar pantas
diteladani’ (Riana, 2009:337).
Keutamaan raja meliputi: (1) setia
pada ajaran Hindu untuk menciptakan kesejahteraan negeri (Riana, 2009:50), (2)
memegang teguh tugas kepemimpinan
dan politik (Riana, 2009:59), (3) memiliki
tutur kata yang baik (Riana, 2009:61), (4)
menciptakan ketertiban negeri (Riana,
2009:91), (5) menjadikan tempat berlindung
(Riana, 2009:442), dan (6) memberikan
hadiah kepada rakyat sebagai tanda bakti
kepada Syiwa (Riana, 2009:159). Adapun
keteladanan Patih Gajah Mada digambarkan
dalam sifat-sifat: (1) pemberani
(wira), (2) bijaksana (wicaksana), (3) lihai
(naya), (4) setia kepada atasan (satya), (5)
ahli pidato (wagmi wakpatu), (6) tenang
(dhihotsaha), dan (7) taat azas (tan lalana)
(Riana, 2009:160).
Penegakan keteladanan itu dilakukan
melalui bentuk-bentuk ritual tradisi
masyarakat, misalnya upacara adat.
Upacara
menjadi bagian penting dalam
penegakan kewibawaan pemimpin. Hal itu
terlihat dalam halaman 324 tentang upacara
penghormatan terhadap Raja Patni,
orang tua Hayam Wuruk. Upacara ini
digambarkan
sangat meriah karena Raja
menunjuk setiap atasannya menunjukkan
bukti kesetiaan dan ketundukan dengan
berbagai
persembahan.
4. Pemecahan Masalah
Di dalam penegakan praktik-praktik
kepemimpinan, tantangan yang muncul
adalah
ketidakpercayaan publik terhadap
pemimpin. Ketidakpercayaan ini
terjadi
karena pemimpin tidak memiliki
keteladanan. Penegakan keteladanan ini
harus dirawat melalui mekanisme yang
selalu awas terhadap musuh-musuh yang
datang. Kewaspadaan ini akan membuat
pemimpin selalu siap menghadapi tantangan.
Kewaspadaan ini juga bermanfaat
untuk menghadapi musuh. Menurut NK,
ketika musuh datang, para musuh dimusnahkan
sehingga para lawan ketakutan
(Riana, 2009:209). Ini merupakan strategi
untuk shock therapy bagi siapa pun musuh
yang hendak datang. Metode ini dipertontonkan
agar kekuatan negara mampu
memberikan efek terhadap musuh yang
hendak datang. Dikatakan, karena tidak
pernah main-main dengan musuh, maka
”Yang berniat jahat ketakutan lalu pergi
jauh” (Riana, 2009:244).
5. Warna dan Simbol Kekuatan
Kerajaan Majapahit sebagai sebuah
kelompok besar diikat oleh simbol yang
membuat
masyarakat sebagai anggota
kelompok
merasa sebagai satu kesatuan.
Simbol
tersebut ditulis seperti ini: “Kereta
maharaja Majapahit amat megah bercirikan
gambar buah maja, kain gringsinglobeng
lewih merah berhias lukisan mas tirai dan
tabirnya (Riana, 2009:127).” Itu berarti
bahwa gambar buah maja itu di atas kain
yang berwarna merah tua yang berasal
dari darah
manusia dihiasi lukisan dari
emas.
Buah maja melambangkan sebuah kesejahteraan
yang ditegakkan di atas warna
merah tua. Merah tua melambangkan
keberanian,
ketegasan, dan kekuatan yang
dimiliki untuk menegakkan kesejahteraan
itu. Lambang itu bisa dimengerti oleh
anggota kelompok.
Keraton juga bisa dibaca sebagai simbol
penyatuan masyarakat. Digambarkan secara
arsitektural bentuk istana Majapahit
yang
dikelilingi oleh tembok tinggi setelah
ada parit yang dalam dan luas. Kendati keamanan
dibuat berlipat-lipat, namun raja
membuat bangunan itu tidak tertutup oleh
kunjungan rakyatnya.
6. Shared Value
Berdasarkan pembacaan di atas, pemimpin
haruslah mengembangkan nilainilai
bersama
sehingga setiap anggota
bisa merasa nyaman. Sistem sosial yang
sudah
ada dianggap sebagai media untuk
menginternalisasi nilai-nilai berdasarkan
peran yang dimiliki. Sistem sosial yang
terdiri atas kaum terdidik (brahmana), para
pejabat (satriya), pihak swasta (waisia),
masyarakat bawah (sudra), dan orang
buangan (chandala) merupakan mekanisme
sosial yang terbentuk untuk mencapai
nilai-nilai bersama. Sebagaimana ditulis, kaum agamawan berusaha dan mengatur
kepentingan bersama (Riana, 2009:359).
Menurut NK, masing-masing kasta
melakukan kewajiban masing-masing,
bahkan candhala meleca tucca, orang buangan,
remeh, nista, hina, menaati tata
susila kewajiban sebagai rakyat dari
suatu kerajaan besar. Masing-masing
sistem
sosial itu diikat oleh keutamaan
yang disebut dengan pangaranarya. Sistem
itu memiliki kelas yang berbeda,
tetapi
memiliki semangat yang sama,
yakni
menjunjung tinggi keteladanan.
Ketika berpidato di hadapan rakyatnya,
pengarang NK menulis sebagai berikut.
“Janganlah kalian tidak setia bakti
menjunjung duli Baginda Raja, tegakkan
jiwa aryamu berbuatlah segala yang
menyejahterakan desa-desa dengan maksimal,
jembatan, jalan raya, pohon beringin,
bangunan-bangunan, dan segala yang
bersifat jasa harus dipelihara. Terutama
perkebunan persawahan segala tanamtanaman
dipelihara
kesuburannya, tanahtanah
desa dipertahankan dengan kuat agar
selalu berguna, sehingga penduduk tidak
minggat ke desa lain merambah tanah,
tetapi segala peraturannya ditujukan untuk
kebesaran desa” (Riana, 2009:416-417).
Dalam bentuk konkret, hal itu terlihat
dalam praktik makan. Segala kasta di
tengah-tengah masyarakat memiliki larangan
makan daging tertentu. Sistem larangan
ini menghasilkan kategori daging
yang baik dan yang buruk. Yang baik
adalah kambing, kerbau, burung, rusa,
tawon, dan ikan. Yang buruk adalah anjing,
keledai, cacing, dan tikus.
C. Kepemimpinan dalam BTJ
BTJ adalah buku yang secara umum
berisi tentang sejarah politik, mitos, dan
realitas sosial. Secara etimologis, yakni
berdasarkan pada Kamus Pepak Basa Jawa,
kata babad berasal dari bahasa Jawa yang
berarti cerita sejarah (Mulyono, 2008:
22), kata
tanah berarti tanah (Mulyono,
2008:437) dan Jawi mengacu pada kata
Jawa (Mulyono, 2008:134). Mulyono juga
menerakan
kata Jawa dalam kamusnya.
Kata itu mengacu pada wilayah, budaya,
adat-istiadat, dan aliran. Pemilihan kata
Jawi dalam judul diduga merupakan pemilihan
diksi yang lebih halus dalam
stratifikasi ungkapan bahasa Jawa. Berdasarkan
keterangan di atas, maka kata
babad tanah jawi memberikan pengertian
tentang sejarah wilayah Jawa.
BTJ ditulis secara naratif dalam bahasa
dan huruf Jawa. Ketebalan naskah
mencapai 470 halaman. Isi cerita tidak seragam,
tetapi secara umum penulis BTJ
menceritakan kepemimpinan pada masa
Kerajaan Demak (abad ke-15) hingga
Mataram
Islam (abad ke-17). Penulisan
sekuen dan kutipan dalam penelitian ini
merupakan transliterasi dan translasi dari
teks asli. Karena tidak berbentuk tembang,
BTJ lebih mirip cerita fiksi dari jenis prosa.
1. Legitimasi: Ahli Perang dan Imam
Agama
BTJ berisi sejarah kerajaan Jawa dalam
kurun waktu lebih dari dua abad, yakni
abad ke-15 hingga abad ke-17. Teks itu
menceritakan
sejumlah pemimpin yang
menonjol
pada masa itu, seperti Sultan Fatah,
Sultan Pajang, Sultan Mataram, dan
kepemimpinan VOC.
Legitimasi seorang pemimpin dapat
dilihat dari ideologi yang digunakan
dalam penulisan. Ideologi itu terlihat di
dalam penyebutan gelar. Gelar untuk
Pemimpin
Mataram Senapati Ingalaga
Sayidin
Panatagama (Sudibjo, 1980:95).
Gelar
itu bisa diartikan secara harfiah,
yakni
pemimpin dalam peperangan dan
pemimpin dalam agama. Sejumlah bukti
menunjukkan bahwa kepemimpinan itu
dimengerti sebagai penegakan ajaran
agama. Seperti dikatakan Pangeran Puger
ketika
menanggapi pelbagai gejolak politik
di Mataram: ”Raja adalah alat Tuhan.
Dan lagi pula, saya tidak mempunyai
niat hendak merebut negara Kartasura,
saya
hanya berniat mengasuh saja yang
menjadi
raja” (Sudibjo, 1980:343). Hal itu
merupakan arti ideal yang disematkan oleh masyarakat pada awal abad ke-15. Gelar
Trunajaya adalah Panembahan Maduretna
Panatagama (Sudibjo, 1980:214). Gelar itu
mengandung arti bahwa pemimpin haruslah
menegakkan agama. Bupati di Jepara
diberi gelar Tumenggung Martapura
(Sudibjo, 1980:291). Setelah Sultan Agung,
Mataram diperintah oleh Amangkurat pada
1603 (Sudibjo, 1980:255). Amangkurat berarti
bertanggung jawab terhadap kejayaan.
Legitimasi juga dilakukan oleh para
agen pengetahuan spiritual. Pemimpin
bisa beroperasi setelah mendapatkan restu
dari sunan yang tergabung dalam
organisasi bernama Wali Sanga. Pada
masa ketika kerajaan Demak berkuasa,
yakni pada awal abad ke-15, Wali Sanga
berdiri
sebagai agen-agen kepemimpinan
yang baru. Sunan Kudus disebut-sebut
dalam risalah ini sebagai kekuatan yang
membawahkan sejumlah Sultan di Jawa.
Hal itu dibuktikan melalui cerita tentang
mekanisme kepemimpinan Arya Panangsang
yang mendapatkan legitimasi dari
Sunan
Kudus berikut.
Ketika itu, orang Jawa sedang banyak
yang senang berguru soal agama Islam serta
ilmu Kesaktian dan Kekebalan. Saat itu ada
dua guru yang sangat terkenal, ialah Sunan
Kalijaga dan kedua Sunan Kudus. Sunan
Kudus tadi mempunyai tiga orang murid:
1. Pangeran Arya Penangsang Jipang; 2.
Sunan Prawata; dan 3. Sultan Pajang. Yang
paling disayang adalah pangeran Arya
Penangsang (Sudibjo, 1980:65).
Kata murid di sini mengacu pada
hubungan hirarkis antara Sunan dengan
para pemimpin di Jawa. Persoalan
menjadi
muncul ketika Sunan Kudus
memiliki ”keberpihakan” terhadap salah
satu pemimpin. Keberpihakan itu
kemudian
membuahkan strategi untuk
melenyapkan musuh. Di dalam penegakan
kepemimpinan di Demak, Sunan Kudus
sekurang-kurangnya melakukan tiga tindak
pembunuhan berikut.
a. Pembunuhan terhadap Ki Ageng
Pengging, putra dari pejabat
Majapahit,
karena dianggap tidak mau tunduk
kepada Sultan Demak (Sudibjo, 1980:57).
Ditulis bahwa Ki Ageng Pengging hanya
ditusuk sikunya kemudian meninggal.
b. Sunan Kudus menyuruh Arya
Penangsang membunuh Sunan Prawata.
Alasan yang dijadikan dasar
adalah pengkhianatan (Sudibjo,
1980:66). Pembunuhan itu berhasil
mendudukkan
Arya Penangsang sebagai
kekuatan baru menggantikan
Demak.
c. Perintah membunuh Sultan Pajang.
Sunan Kudus memang menyuruh
Arya membunuh Sultan Pajang dengan
cara licik, tetapi selalu gagal hingga
Sultan Pajang mampu membunuh
Arya Penangsang pada 1471 (Sudibjo,
1980:80). Sunan Kudus melihat bahwa
cara tipu muslihat merupakan bagian
dari skenario agar stabilitas keamanan
tetap terjaga. Kegagalan itu karena
Sultan Pajang mampu membaca kelicikan
yang dijalankan oleh Arya
Penangsang dan Sunan Kudus. Pertemuan
yang dijadikan sebagai media
penjebak Sultan Pajang ternyata gagal
mencapai target.
Di dalam banyak hal, kesunanan
berfungsi sebagai kekuatan alternatif
dari sebuah pemerintah. Kekuatan ini
merupakan
alat legitimasi bagi seorang
kelompok yang hendak menjadi pemimpin.
Pesan-pesan yang diungkapkan
pihak kesunanan merupakan pesan yang
tidak
bisa dilepaskan dari kekuatan
politis, misalnya
pesan dari Sunan Giri:
”Kalian supaya memelihara eratnya
persaudaraan; siapa yang memulai jahat
semoga tidak selamat” (155). Pesan ini
dibaca sebagai representasi dari istitusi
spiritual, sekaligus sebagai jalan keluar
ketika terjadi konflik antara Pajang dan
Mataram.
2. Strategi: Perluasan dan Penumpasan
Kepemimpinan dilahirkan dari kesaktian,
strategi, dan kesempatan. Mekanisme
menjadi pemimpin harus melalui
media
tertentu agar sampai pada tujuan.
Media ini disebut getek ‘rakit’, yakni
transportasi air yang terbuat dari jajaran
bambu. Getek ini bisa bergerak sampai
pada tujuan jika didorong oleh kekuatan.
Berdasarkan BTJ, kekuatan yang dimaksud adalah buaya. Melalui getek, diharapkan
penumpang akan melihat cahaya sebagai
wahyu kerajaan. Wahyu ini disebut dengan
pulung kerajaan (Sudibjo, 1980:60).
Istilah buaya ini merupakan sebuah
simbol dari kekuatan yang menjadi
pendorong seorang pemimpin. Buaya
memiliki
arti buas, predator, dan dapat
diterjemahkan sebagai bagian dari
kejahatan. Dengan kata lain, mekanisme
kepemimpinan itu ditegakkan melalui
media kejahatan untuk sampai pada target.
Karena didorong oleh kekuatan buaya itu,
seorang pemimpin harus waspada.
Berdasarkan perangkat birokrasi
itu, pemimpin mampu melaksanakan
target-target yang hendak dicapai. Target
yang hendak dicapai dalam BTJ adalah
perluasan wilayah. Cerita-cerita yang disampaikan
menunjukkan kuatnya hasrat
para pemimpin memperluas kekuasaaannya.
Hal itu dibuktikan
dengan
deskripsi pembangunan kekuatan yang
dilakukan oleh Senapati Mataram
untuk
melepaskan diri dari Kesultanan
Pajang.
Selain mencari legitimasi melalui kekuatan
adikodrati berupa hubungan dengan Nyai
Rara Kidul (105), Senapati
juga melakukan
penghimpunan kekuatan
secara empiris.
Dia diperintahkan oleh penasihatnya agar
membuat benteng.
Senapati mengumpulkan orang membuat
batu bata untuk membangun sebuah
benteng. Benteng pertahanan itu
secara perlahan-lahan akan diisi oleh para
pengikut yang kemudian dijadikan sebagai
tentara. Hal itu dilakukan secara kontinyu
dalam rangka akumulasi kekuatan. Ketika
kekuatan sudah memadai, Senapati
memproklamirkan diri sebagai sebuah
kerajaan yang terpisah dari Kesultanan
Pajang. Sebelumnya, Mataram telah dilihat
oleh Kesultanan Pajang sebagai api yang
sebesar ”kunang-kunang” sehingga mudah
disiram (Sudibjo, 190 135). Sunan
Giri menjadi bagian legitimasi untuk
kepemimpinan Senapati Mataram sehingga
pemimpin harus menjalin hubungan yang
baik dengan Sunan (Sudibjo, 1980:134).
Hal itu terbukti ketika terjadi rencana
perluasan wilayah oleh Senapati ke arah
Timur. Pangeran Surabaya merasa terancam
karena tidak mendapatkan dukungan
dari Sunan Giri. Ancaman itu terbukti ketika
Sunan Giri berhasil membuat perjanjian
antara Pangeran Surabaya dan Senapati
Mataram. Perjanjian itu dianggap
oleh
Sunan Giri sebagai tahap untuk penguasaan
wilayah Surabaya. Strategi itu berhasil
karena setelah perjanjian itu, Pangeran
Surabaya takluk kepada Mataram (Sudibjo,
1980:134). Ramalan selalu menjadi
bagian
dari BTJ. Ketika Senapati ingin mengetahui
masa depannya, dia pergi
ke Sunan Giri dan
bertanya. Sunan Giri kemudian berkata,
”Suatu saat, Tuan menjadi rakyat, rakyat
menjadi Tuan” (Gusti dadi kawula, kawula
dadi Gusti) (Sudibjo, 1980:133).
3. Shared Value: Ketundukan,
Kesaktian, dan Pembunuhan
Shared value ialah nilai-nilai yang
dijadikan sebagai pegangan anggota kelompok.
Istilah lain adalah nilai bersama.
Karena menjadi pegangan, nilai itu memiliki
keabsahan dan dianggap memiliki
kebenaran atau keumuman pada masa itu.
Nilai-nilai bersama yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
a. Ketundukan
Ketundukan menjadi bagian dari nilainilai
yang ditanamkan di tengah masyarakat.
Sebuah contoh didapatkan dari
Ki Ageng Pengging yang tidak bersedia
tunduk. Diceritakan, Ki Ageng Pengging
adalah seorang yang sangat sakti. Dia
sangat disayang oleh Prabu Brawijaya.
Dia memiliki anak bernama Kebokanigara.
Akan tetapi, kesaktian itu tidak dijadikan
sebagai legitimasi penguasa Demak. Karena
itu, Sultan Demak mencoba melalui mediasi
Sunan Kudus. Sunan Kudus sendiri
menggunakan
perangkat agama sebagai
medium untuk melancarkan strategi politik.
Diceritakan bahwa di Kesulatanan Demak,
ada keturunan Majapahit, sudah masuk
Islam, tetapi tidak pernah menghadap. Kendati sudah Islam, Sultan Demak menanyakan
dua hal berikut.
1) Hanya masuk ibadah atau menyusun
kekuatan politik?
2) Jika Ibadah, haruslah Sultan Pengging
menghadap karena tunduk pada pemimpin
adalah bagian dari ibadah.
3) Jika tidak menghadap, Sunan Kudus
menyatakan bahwa itu berarti pemberontakan.
Dan pemberontakan hanya
memiliki satu hukuman, yakni mati
(Sudibjo, 1980:51). Pada akhir cerita,
Mataram memiliki musuh orang-orang
dari Surabaya dan gagal menaklukannya
(Sudibjo, 1980:221).
Ketundukan menjadi shared value
bagi masyarakat. Ketika ada kekuatan
baru
di Batavia, Sultan Agung langsung
mengadakan
penyerbuan. Sultan Agung
mengirim Mandurareja untuk menyerang
Jayakarta, tetapi gagal memasuki benteng
VOC. Kegagalan itu membuat
Sultan Agung mengirim
utusan untuk
membunuh
mereka. Hal itu terjadi
pada 1571. Sultan meninggal pada 1578
(Sudibjo, 1980:183). Penyerbuan itu tidak
menghasilkan apa-apa sehingga Sultan
kemudian menyatakan hal berikut.
Orang-orang Belanda kelak akan membantu
anak turun saya, yang bertahta
lestari sebagai raja. Jika kelak keturunan
saya ada yang kalah dalam peperangan,
mereka akan ditolong oleh orang-orang
Belanda. Serangan-serangan saya sekarang
ini hanya untuk memberikan peringatan
agar di kemudian hari mereka lebih merasa
takut (Sudibjo, 1980:180).
Pertemuan antara Belanda dan Mataram
digambarkan melalui perbedaan adat.
Raja Mataram yang mengundang orang
Belanda ternyata tidak mau duduk bersila
seperti para rakyat. Hal itu dianggap
sebagai pembangkangan (Sudibjo,
1980:234). Akan tetapi
basis kekuatan
Mataram yang kurang itu akhirnya dapat
dilumpuhkan
Belanda.
b. Kesaktian
Kesaktian diklaim sebagai keutamaan.
Setiap individu yang menapaki mekanisme
kepemimpinan, maka individu
itu haruslah memiliki kesaktian yang
melebihi
masyarakat umumnya. Hal itu
dibuktikan
oleh kekuatan Jaka Tingkir
sebelum
memerintah Pajang, kekuatan Ki
Ageng Pengging yang berhasil dikalahkan
oleh Sunan Kudus, atau kekuatan Senapati
yang didukung oleh kekuatan Nyai Rara
Kidul.
c. Pembunuhan
Penyelesaian pemberontakan adalah
dengan cara membunuh para pelaku.
”Tusukilah segera Endranata di pagelaran
ini sampai mati” (Sudibjo, 1980:172),
demikian kata Sultan Agung setelah
mengetahui Demak merencanakan pemberontakan.
Dalam BTJ diceritakan bahwa Mataram
ditegakkan dengan senjata, berupa keris
dan tombak (Sudibjo, 1980:223). Penegakan
ini membuat Mataram menjadi sangat
besar (Sudibjo, 1980:242). Dicatat
dalam BTJ, upaya perluasan wilayah dilakukan
sepanjang waktu. Penumpasan
pemberontakan dari Pati dilakukan pada
1551 (Sudibjo, 1980:150). Kehancuran kota
Pati terjadi pada tahun 1570. Kejatuhan
Kota Kediri juga dicatat pada 1601.
4. Kepemimpinan Mataram
Berhadapan dengan Belanda
Pada abad ke-18, Belanda menjadi
kekuatan baru di wilayah barat Indonesia.
Kerajaan-kerajaan merasa terancam.
Fakta historis menunjukkan bahwa kepemimpinan
Mataram gagal mengusir
Belanda dari Nusantara. Hubungan dengan
Belanda sebagai kekuatan baru yang
dimanfaatkan oleh Kerajaan (Sudibjo,
1980:302). Kekuatan
VOC yang semakin
besar membuat kerajaan-kerajaan mempertimbangkan
posisi aman untuk bekerja
sama dengan VOC.
Pangeran Puger dari Mataram mendapatkan
surat dari VOC tentang ganti
rugi peperangan sewaktu Sultan Agung.
Pangeran Puger menjawab, ”Karena
tanah Jawa ini semua adalah milik
raja, bahwa bumi yang mereka injak,
air yang ia minum, atau rumput, daun dan sebagainya itu apakah tidak ada
harganya, jika kakang Prabu Amangkurat
sudi memberikan harga? Apalagi orang
Kumpeni itu sudah banyak mendapatkan
keuntungan dari perdagangan di tanah
Jawa, dan mereka di sini dihargai.
Orang kumpeni jika tidak mau menilai
sawah dari kakang prabu, lebih baik
mereka pergi dari tanah Jawa” (Sudibjo,
1980:329).
Di sini muncul benih-benih patriotisme.
Pangeran Puger merasa bahwa tanah kekuasaan
kerajaan itu juga mencakup wilayah
yang didiami oleh VOC. Belanda digambarkan
sebagai raksasa besar yang memiliki
niat halus di belakangnya.
Perlawanan Surapati yang dilakukan
secara fisik juga mengalami kegagalan.
Cerita Surapati muncul di beberapa tempat
(bagian) dengan penambahan dan
pengurangan (Sudibjo, 1980:381). Kegagalan
itu membuat Pasuruan jatuh pada
1631. Demikian pula hubungan kerajaan-
VOC dengan Panembahan Herucakra di
Madiun (Sudibjo, 1980:439).
Ketidakberdayaan pemerintah kerajaan
menghadapi VOC itu membuat
kerajaan
harus melakukan negosiasi
kerja. Pembagian kerja dilakukan antara
penguasa pribumi
dengan Belanda.
Dikatakan, ”Bahwa
kumpeni tidak diberi
wewenang untuk angkat seorang bupati
di daerah itu. Kumpeni hanya berhak
mengawasi dalam pekerjaan. Apabila
bupati itu menjalankan kesalahan
kumpeni
supaya melaporkan ke Kartasura. Sebab
menjatuhkan hukuman atau kesalahan
punggawa praja juga kumpeni tidak
berhak” (Sudibjo, 1980:470).
5. Pengetahuan tentang Ramalan
Dalam legitimasi kepemimpinan, dibutuhkan
para pandita yang mampu meramal.
Di dalam naskah BTJ diungkapkan
ramalan-ramalan tentang hadirnya
sebuah pemerintahan. Misalnya, tentang
kemegahan kerajaan Majapahit
diramalkan dari sebuah intuisi tentang
buah maja seperti pada kutipan berikut.
Jika nanti si suatu tempat ia menemukan
sebatang pohon Kemaja berbuah hanya
satu dan buah itu rasanya pahit, berhentilah
dan berpangkallah di situ. Tempat itu kelak
akan menjadi sebuah negeri besar (Sudibjo,
1980:23).
Demikian pula ramalan tentang
kejatuhan seorang pemimpin. Pengarang
BTJ menjelaskan
relasi antara alam, pemerintahan,
dan kepemimpinan. Relasi ini
saling memberikan tanda terkait muncul
dan tenggelamnya seorang pemimpin.
Lihat kutipan berikut.
Wruhanira, ingsun iki lintang, awewarah
marang sira, nggonira manengkung
ngeningaken paningal, negesa karasing
hyang, ingsaiki wis tinarima ing Allah…
Negarane nuli rengka, kerep grahana sasi
lan surya. Lintang kemukus saben bengi
katon. Gunung padha guntur. Udan awu
utawa ladhu. Iku cirining negara bakal
rusak (Sudibjo, 1980:225)
Artinya: ”Aku ini bintang, memberi
kabar kepadamu, maksudmu bersemadi
khusuk, meminta kepada Yang Maha
Kuasa, sekarang sudah diterima Tuhan
… Negara akan pecah. [Tanda-tandanya]
Sering terjadi gerhana bulan dan matahari.
Pada setiap malam terlihat bintang
kumukus. Gunung Meletus. Hujan abu
atau lumpur. Itu pertanda negara akan
rusak (Sudibjo, 1980:102).
Senapati Mataram meramalkan sebuah
transportasi mesin dengan menyatakan
”Kelak, keturunanku tak ada yang menaiki
kuda napas” dan Mataram menjadi kota
ramai pada 1509 (Sudibjo, 1980:145).
Mataram mendapatkan
sebutan Metawis
sebagai bagian dari kemashurannya
(Sudibjo, 1980:589).
D. Perbandingan Model
Kepemimpinan
Berdasarkan hasil pembacaan terhadap
dua teks di atas, maka masingmasing
memiliki model kepemimpinan
yang khas dalam aspek legitimasi,
medium, problem solving, shared value,
serta kasus-kasus khas yang dihadapi
masing-masing pemimpin. Aspek-aspek yang dijelaskan di dalam dua teks itu
dilandaskan oleh imajinasi ideologi yang
berbeda. NK dilandasi oleh pada agama
Syiwa-Buddha sedangkan BTJ dilandasi
oleh agama Islam. Pada bait pertama NK
tertulis sebagai berikut.
Sembah sujud hamba yang selalu
memuja Paduka Duli Bhatara, yang
meresap dalam semadi bagai Syiwa Budha
dan merupakan jiwa dunia akhirat, Paduka
Sang Sri Parwata (Giri Pati) pelindung si
nista dan rajannya Sang Hyang Jagatpati,
Paduka adalah raja sekalian dewa yang
paling gaib menjadi kenyataan di atas
dunia (Riana, 2009:51).
Kutipan itu jelas memperlihatkan
orientasi spiritual yang tertuju pada
agama Syiwa Buddha. Karena nilai-nilai
yang terkandung di dalam agama itu
merupakan
imajinasi yang paling suci
dan tinggi, maka status dan perilaku
raja merupakan manifestasi dari nilai
tertinggi itu.
Sementara itu, bila dibandingkan dengan
BTJ, nilai-nilai agama Syiwa-Buddha
tidak seketika hilang. Nilai itu masih
terlihat di dalam penulisannya. Nilai tertinggi
seba-gaimana tertulis dalam BTJ
adalah nilai Islam. Paragraf pertama sudah
menunjukkan hal itu.
Buku ini menuturkan sejarah raja-raja
di pulau Jawa, berawal dari Nabi Adam
sebagai sumbernya. Nabi Adam menurut
asal usul menurunkan Nabi Sis. Nabi Sis
sendiri kemudian berputra Nur Cahaya.
Nurcahaya menurunkan Nurasa. Dari
Nurasa lahir putranya yang bernama Sang
Hyang Wening. Sang Hyang Wening
kemudian menurunkan sang Hyang
Tungga. Kemudian Sang Hyang Tunggal
berputrakan sang Batara Guru. Batara
Guru berputra lima, diberi nama: Batara
Sambo, Batara Brama, Batara Mahadhewa,
Batara Wisnu dan Dewi Sri. Batara Wisnu,
putra keempat dari Batara Guru, bertahta
di suatu kerajaan di Pulau Jawa, bergelar
Prabu Set. Istana Batra Guru itu yang
disebut Suralaya (Sudibjo, 1980:7).
Pengarang BTJ memberikan silsilah
kerajaan tanah Jawa yang menggabungkan
tradisi berikut.
Bagan 1: Asal Usul Nama Tokoh Imajiner Berdasarkan Asal Tradisi
Nama Tokoh                                          Asal Tradisi
Nabi Adam                                                 Islam
Nabi Sis                                                       Islam
Nur Cahaya                                                 Islam
Nurasa                                                          Islam-Jawa
Sang Hyang Wening                                  Jawa
Hyang Tungga                                            Hindu
Batara Guru                                                Hindu
Batara Sambo                                              Hindu
Batara Brama                                              Hindu
Batara Mahadhewa                                    Hindu
Batara Wisnu                                               Hindu
Dewi Sri                                                        Hindu
Batara Wisnu, bertahta di Jawa              Hindu

Sumber: Analisis tekstual paragraf pertama
BTJ.
Berdasarkan pemetaan tradisi itu,
terlihat ideologi penulis dalam menyusun
cerita tersebut. Berdasarkan dua kutipan
di atas dapat diartikan bahwa ideologi
Islam dijadikan sebagai dasar utama
penyusunan
naskah BTJ. Sementara
itu, ideologi Hindu dan Jawa dijadikan
sebagai unsur pemerkaya naskah ini.
Temuan itu menurunkan sebuah justifikasi
bahwa sistem kepemimpinan dalam
BTJ mengalami Islamisasi dari sistem
kepemimpinan terdahulu yang mendasarkan
diri pada agama Syiwa-Buddha.
Perbedaan landasan ideologi itu
berimplikasi terhadap praktik kepemimpinan
masing-masing teks. Legitimasi
kepemimpinan dalam Kerajaan Majapahit
didasarkan pada pengetahuan spiritual
agama Buddha, yakni tentang kehidupan
manusia yang dijaga oleh para dewa di
kayangan. Karena itu, seorang pemimpin
bisa memberikan perintah kepada anggota
karena pemimpin adalah titisan dewa.
Dikatakan bahwa pemimpin memahami
segala rahasia pengetahuan alam dewa dewa. Berbeda dengan legitimasi
pemimpin
pada masa Majapahit, legitimasi
yang dimunculkan dari pemimpin
Kerajaan
Mataram didasarkan pada nilainilai
keislaman yang disesuaikan dengan
nilai-nilai pada masa lalu. Ditulis dalam
BTJ bahwa raja mendapatkan legitimasi
dari institusi keagamaan yang bernama
kesunanan. Karena itu, gelar yang digunakan
adalah ”Senapati Ing Alaga Sayidin
Panatagama”, komandan perang dan
pemimpin agama. Kesunanan memiliki
kekuatan untuk menegakkan pemerintahan
yang berdasarkan pada nilai-nilai keislaman.
Legitimasi yang diperoleh dalam
kepemimpinan Majapahit maupun dalam
Mataram
dimanfaatkan untuk
mendapatkan
ketundukan
bagi para
anggota kelompok atau rakyat. Pada
praktiknya, ketundukan pada
masa Majapahit dimanfaatkan untuk
membangun kesejahteraan rakyat, sedangkan
ketundukan pada masa Mataram
dimanfaatkan untuk memperoleh ketundukan
lainnya. Kepemimpinan pada masa
Majapahit memiliki dasar-dasar nilai
ketundukan yang didukung oleh pemahaman
tentang imbal balik dari ketundukan
itu. Rakyat tunduk untuk mendapatkan
hak mereka menjadi sejahtera. Sementara
itu, dalam kepemimpinan masa Mataram
ketundukan dimanfaatkan untuk kekuasaan
itu sendiri. Para penguasa tidak
mengembalikan ketundukan dalam bentuk
kesejahteraan, tetapi sebagai tolok
ukur untuk melakukan perluasan wilayah.
Dengan begitu, kesamaan itu terlihat dalam
target-target kepemimpinan, tetapi tidak
pada tujuan akhir dari kepemimpinan itu
sendiri.
Nilai dasar yang berbeda membuat
pemimpin Majapahit dan Mataram memiliki
keputusan-keputusan yang berbeda pula.
Bila keputusan pemimpin Majapahit berdasarkan
pada norma keteladanan, keputusan
pemimpin Mataram didasari oleh
persetujuan kasunanan. Buktinya, keputusan
penyerangan Majapahit terhadap
wilayah timur pulau Jawa didasari
oleh semangat menegakkan keberanian
memimpin perang untuk kejayaan negeri.
Sementara
itu, penyerangan Jipang terhadap
Pajang memperoleh keabsahan dari Sunan
Kudus. Demikian pula, penyerangan Jaka
Tingkir menuju Demak juga mendapatkan
legitimasi dari Ki Ageng Pamanahan,
seorang ahli ilmu agama. Pemimpin Majapahit
memanfaatkan kekuatan norma yang
terinternalisasi di tengah-tengah masyarakat,
sedangkan pemimpin Demak dan Mataram
memanfaatkan dukungan dari institusi
agama.
Berdasarkan pembacaan terhadap karakteristik
kepemimpinan Majapahit, Mataram,
Pajang, dan Demak sebagaimana
tertuang dalam naskah NK dan BTJ, dapat
dilihat kesamaan misi terhadap perilaku
anggota,
yakni ketundukan. Misi ini dijabarkan
dalam visi yang berbeda. Bagi
Majapahit, visinya adalah kesejahteraan,
sedangkan bagi Mataram adalah perluasan
wilayah. Ketika penjabaran misi ini menemui
masalah di dalam kelompok, mereka
memiliki kesamaan pemecahan masalah,
yakni penumpasan hingga punah. Pemimpin
haruslah mampu mengenali musuhnya
sehingga bisa membuat keputusankeputusan
yang benar untuk memperkuat
kelompok. Ketika musuh datang, para
pemimpin
harus menghadapi dengan cara
menumpas
tanpa sisa. Penumpasan ini
memberikan efek jera bagi individu atau
kelompok yang bermaksud memberontak.
Efek jera ini merupakan bagian dari mekanisme
kepemimpinan yang bermanfaat
untuk menumbuhkan ketundukan dalam
diri anggota. Kasus yang dihadapi Mataram
sangat khas, karena Mataram harus
menghadapi kekuatan yang berasal
dari luar, yakni VOC. VOC yang membawa
persenjataan modern dan menerapkan
politik kota benteng itu tidak
berhasil ditaklukkan oleh Mataram. VOC
melakukan politik perdagangan yang didukung
oleh kekuatan prajurit yang dihimpun
sedikit demi sedikit di Batavia.
Ketika Mataram mengetahui ada kekuatan
baru, VOC sudah terlampau kuat. Solusinya,[:id]dan Seni Universitas Negeri Jakarta
Pos-el: saifur_rohman2000@yahoo.com
Abstrak
Artikel ini mendiskusikan representasi kepemimpinan dalam dua naskah, Nagara Krtagama (1365) dan Babad Tanah Jawi (1788). Saya berargumen bahwa Negara Krtagama merepresentasikan kepemimpinan Kerajaan Majapahit, sedangkan Babad Tanah Jawi merepresentasikan kepemimpinan Kesultanan Demak, Mataram, dan Pajang. Pertimbangan interdisipliner melibatkan kajian filsafat, psikologi, sastra, dan budaya– membantu saya untuk memformulasikan anggitan kepemimpinan pascakolonial dalam tubuh pemerintah Indonesia yang masih memobilisasi konsep kepemimpinan prakolonial. Dengan
menggunakan metode semiotika dan heuristik, saya menemukan lima elemen kepemimpinan prakolonial, yakni: (1) sumber legitimasi; (2) nilai bersama sebagai norma; (3) media komunikasi; (4) strategi kepemimpinan; dan, (5) pemecahan masalah. Saya menyimpulkan bahwa strategi kepemimpinan lampau yang digunakan dalam kepemimpinan masa kini merupakan indikasi simptomatik kepemimpinan prakolonial Mataram. Karakteristiknya adalah manipulasi legitimasi, kurangnya kesadaran moral, dan berdasarkan permainan kuasa.
Kata kunci: Nagara Krtagama, Babad Tanah Jawi, kepemimpinan prakolonial

 

A. Pendahuluan
Laporan Kompas yang berjudul “Indonesia
Kian Dekati Negara Gagal” (7/3/11)
menunjukkan gejala kelemahan sistem
reproduksi kepemimpinan pasca-Orde
Baru.
Perubahan yang sudah berjalan
lebih
dari sepuluh tahun hanya menyisakan
kepemimpinan yang tidak mampu memecahkan masalah-masalah
mendesak dan gagal memproduksi sistem
kepemimpinan kuat dan bisa dipercaya.
Artikel ini mengkaji kepemimpinan
yang terdapat pada Kakawin Dēśa Warņnana
uthawi Nāgara Kŗtagama (selanjutnya
disingkat NK) dan Babad Tanah Jawi
(kemudian disingkat BTJ) kemudian
direfleksikan untuk kepemimpinan masa
kini. NK diasumsikan sebagai representasi
ideologi Hindhu-Buddha yang jejakjejak
pikirannya dapat ditemukan dalam
Pancasila. BTJ diasumsikan sebagai representasi
dari ideologi Islam yang jejakjejaknya
dapat ditemui dalam mayoritas
masyarakat Indonesia sekarang. Konstruksi
kepemimpinan yang dihasilkan oleh dua
representasi itu sangat bermanfaat sebagai
dasar penjelasan terhadap model kepemimpinan
masa kini.
Kajian kepemimpinan dalam NK
dan BTJ dilakukan untuk mencari keselarasan
kepemimpinan masa lalu
dengan kepemimpinan
masa kini. Kajian
masa kini memberikan petunjuk tentang
keterputusan konsep-konsep kepemimpinan
masa lalu. Dengan demikian,
penelitian-penelitian psikologi Barat tentang
kepemimpinan sebagaimana dilaporkan
oleh Gene Klann (2007), R. Mai
dan Ackerson (2003), dan Richard W. Paul
(2002) belum tentu sesuai dengan konteks
Indonesia.
Perspektif kepemimpinan memanfaatkan
hasil pembacaan terhadap Gene Klann
(2007), R. Mai dan Ackerson (2003), dan
Richard W. Paul (2002), yang menyatakan
terdapat empat hal yang menjadi tolok
ukur kepemimpinan yang efektif. Pertama,
sebagai navigator yang menunjukkan arah
perubahan dalam sebuah kelompok. Kedua,
sebagai agen kecerdasan, yakni memberikan
prioritas kegiatan-kegiatan pembelajaran
yang berkelanjutan. Ketiga, sebagai pembangun
komunitas, yakni membangun jaringan
dengan orang-orang terbaik dengan
cara penciptaan cerita untuk tujuan-tujuan
bersama. Keempat, sebagai agen perubahan
yang bermakna bahwa pemimpin haruslah
mampu merespons perubahan-perubahan
melalui
antisipasi-antisipasi yang paling
mungkin.
Empat hal itu pula yang memengaruhi
The Ary Suta Center Series on Strategic
Management untuk menyusun kinerja
kepemimpinan. Berdasarkan makalah berjudul
”Role of Inteligence in Leadership
Communication”, dia mempertanyakan
modus-modus komunikasi pemimpin
yang sedang terjadi. Sebagai contoh,
kasus-kasus besar yang terjadi di lembaga
legislatif, yudikatif, dan eksekutif merupakan
cermin lemahnya kemampuan
para pemimpin. Karena itu, dia bersimpulan:
”Kinerja seorang pemimpin
(leadership performance) dapat ditentukan
dari bagaimana cara pemimpin tersebut
membangun hubungan (relationship
building)
dengan menjalankan fungsinya
sebagai navigator, agen dari kecerdasan
bagi pengikutnya (agent of intelligence),
community developer, dan agen perubahan
(agent of change)” (Suta, 2010:20).
Masalah utama yang hendak dikaji
dalam artikel ini adalah apa koherensi kepemimpinan
prakolonial dalam konstruksi
kepemimpinan masa kini? Berdasarkan
framing masalah di atas, relevansi konsepkonsep
kepemimpinan dalam konteks
Indonesia
itu menjadi sangat perlu dibingkai
melalui konsep kepemimpinan yang
didasarkan pada dua teks di atas.
Hasil kajian ini dijelaskan melalui (1)
deskripsi atas dua teks sebagai objek kajian,
(2) model kepemimpinan dari dua teks,
dan (3) relevansi dengan kepemimpinan
masa kini. Temuan mengangkat lima hal,
yaitu: (1) legitimasi pemimpin, (2) perilaku
pemimpin, (3) medium komunikasi, (4)
nilai-nilai dasar anggota kelompok, dan
(5) kasus-kasus situasional dalam proses
kepemimpinan. Konfirmasi faktual itu dilakukan
melalui pembacaan naratif untuk
menghasilkan sekuen sebagai satuansatuan
dalam cerita sebagai satu sistem.
Hasil pembacaan terhadap masing-masing
teks dibandingkan di dalam sebuah bagan.
Keluaran yang diharapkan adalah sebuah model kepemimpinan yang bisa dijadikan
sebagai paradigma dalam pemahaman
kepemimpinan.
B. Kepemimpinan dalam NK
NK adalah sebuah buku yang secara
umum berisi sejarah politik, sosial, dan tata
pemerintahan pada abad ke-14, pada masa
keemasan kerajaan Majapahit. Naskah NK
telah diakui oleh badan dunia UNESCO
dan terdaftar dalam The Memory of the World
Regional Register for Asia/ Pacific (Kompas, 24
Mei 2008). Judul lengkapnya adalah Kakawin
Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama. Secara
etimologis, kata kakawin berarti sebuah karya
tulis dalam bahasa Kawi yang menggunakan
bentuk, ritme, dan suku kata tertentu. Kata
desa berarti ‘wilayah’, kata warnnana berarti
‘aneka ragam’. Sementara itu, kata nagara
berarti ‘negara’, krta berarti ‘kejayaan’ dan
gama berarti ‘agama’. Terjemahan bebasnya
mengacu pada arti penulisan berbagai daerah
atau negara berdasarkan tradisi agama yang
suci (Riana, 2009:x). Karya ini ditulis oleh
Mpu Prapanca, seorang pujangga istana
Majapahit,
pada 1365 (1287 Saka) ini dan
pertama kali ditemukan 1894 oleh J.L.A.
Brandes, seorang staf bidang kebudayaan
pemerintahan Belanda (Slametmuljana,
1979:37).
Cerita dalam NK dibagi dalam wirama
atau pembaitan yang dalam sastra
Jawa baru disebut pupuh. Pembaitan itu
menggunakan irama, jumlah suku kata,
serta baris yang mengikuti pola-pola
tertentu sehingga bisa dinyanyikan. Wirama
berasal dari bahasa Sanskerta yang
berarti
“ritme” (Zoetmulder, 2004:1444).
Menurut Riana, NK terdiri atas 386 bait
dan masing-masing bait terdiri atas 4 baris.
Ada 98 bagian dan 41 wirama (pola puisi).
Hasil penelitian Riana dimanfaatkan untuk
menyusun sekuen cerita objek penelitian.
1. Legitimasi: Pemimpin Titisan
Dewa
Kepemimpinan dalam NK didasarkan
pada nilai-nilai yang dipercayai masyarakat.
Masyarakat membutuhkan sosok
yang adikodrati, yang memberikan buktibukti
atas apa yang dipercayai selama
ini. Sementara itu, masyarakat pada abad
ke-10 hingga abad ke-13 didominasi oleh
kepercayaan Hindu dan Buddha. Teologi
atas kepercayaan ini bertumpu pada
deskripsi tentang kehadiran dewa di
kayangan. Dewa ini mengatur jalannya alam
raya. Hal-hal terkecil di dalam fenomena
sosial dianggap sebagai manifestasi dari
pengaturan
alam raya.
Raja Hayam Wuruk lahir di Kahuripan
pada 1334 Masehi (Riana, 2009:54). Penulis
NK (Mpu Prapanca) menyamakan model
kepemimpinannya dengan Sang Hyang
Giri Pati sebagai pelindung jagat raya. Dia
dianggap sebagai titisan dari Sang Hyang
Giri Nata yang bersemayam di Gunung
Semeru. Titisan adalah perwujudan dari
abstraksi
tentang segala sesuatu. Secara
kognitif, Raja Hayam Wuruk dianggap
“Menguasai segala hal yang rahasia dalam
filosofi aliran Wisnawa.” Hayam Wuruk
digambarkan sebagai Dewa Kekayaan memiliki
banyak pengetahuan dan mampu
meredam segala marabahaya (Riana,
2009:5). Raja dicitrakan sebagai “dewa
mangindha rat juga siran lumanglangi jagat”
bermakna penjelmaan dewa yang sedang
mengelilingi dunia.
2. Strategi: Pelestarian Norma
Strategi adalah cara-cara untuk mencapai
tujuan yang diungkapkan secara
langsung
maupun tidak langsung. Strategi
kepemimpinan dalam NK tampak dalam
kebijakan-kebijakan yang diterapkan terhadap
rakyatnya. Strategi itu dinamakan
dengan Sahana Kadhyaksa (tugas-tugas
kepemimpinan) (Riana, 2009:59).
Bagi Hayam Wuruk, kepemimpinan
memerlukan habitat supaya lestari. Hubungan
antara pemimpin dan anggota
diibaratkan sebagai singa dan hutan.
Keraton adalah singa, sedangkan wilayah
adalah hutan. “Bila wilayah (desa-desa) itu
rusak, negeri (keraton) akan kekurangan
bahan
pangan, bila tidak ada alat negara
yang kuat pasti negara luar mudah
menyerangnya, karena itu, pelihara dan pertahankan keduanya agar berhasil
perintahku” (Riana, 2009:421). “Visi
kepemimpinan
terlihat jelas, yakni harus
berhasil menghilangkan kesengsaraan
rakyat”
(Riana, 2009:53). Dikatakan pula
bahwa
Baginda Raja telah “masyhur
keutamaannya menyejahterakan rakyat,
murah hati pada orang miskin, pengasih
pada orang menderita, sungguh penjelmaan
dewa” (Riana, 2009:192).
Guna mencapai hal itu, habitat yang
dibangun adalah terbentuknya wilayah
kesatuan. Itu berarti, konsepsi politik
dalam kepemimpinan Jawa berada pada
wilayah kesatuan (nagara tunggalan), yakni
dalam satu wilayah Mapajahit. Bila
ada pemberontakan, langkahnya adalah
“semua
dimusnahkan oleh angkatan laut
bersama
para perwira yang telah berjasa”
(Riana, 2009:110). Tujuan penyatuan
adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan kekayaan. Hal itu tertuang
dalam kutipan: “Meningkatkan kekayaan
Baginda Raja hasilnya untuk
biaya penyelenggaraan negara” (Riana,
2009:418).
b. Pengumpulan pajak. Majapahit sebagai
sebuah kelompok memiliki sumber dana
yang otonom melalui pajak. Hal itu terlihat
dalam kutipan: “Desa-desa dalam
wilayah negeri menyerahkan pajak bagaikan
air mengalir dipersembahkan
menurut aturan” (Riana, 2009:69).
c. Menjamin kebesaran dan kelestarian
organisasi. Kelestarian itu melalui norma-
norma yang terbentuk. Penyatuan
itu dilakukan “Agar berhasil perintah
baginda ke mana pun disuruh pergi,
menegakkan agama Syiwa sehingga
tidak menyimpang” (Riana, 2009:106).
Tujuan tersebut diterapkan melalui
sejumlah kebijakan politik berikut.
a. Penetapan daerah-daearah spiritual
keagamaan,
yakni tempat karesian.
Keistimewaan yang dimiliki adalah bebas
pajak (Riana, 2009:369).
b. Perlindungan terhadap figur pemimpin
dan cendekiawan. Bagi Hayam Wuruk,
”Semua orang utama dan orang bijak
apa pun jenisnya semua dilindungi dan
dijaga” (Riana, 2009: 384).
c. Pemberian fasilitas terhadap para penjaga
moralitas. Dalam NK disebutkan
bahwa Raja selalu ”Menentramkan
para pertapa di pantai di gunung di
hutan di semua tempat diawasi agar
aman melaksanakan tapa brata semadi
memohonkan keselamatan dunia”
(Riana, 2009:385).
d. Pemberian piagam terhadap prestasi
spiritual. Disebutkan, “Baginda amat
besar
minatnya agar tegak tiga mazhab
keagamaan (tripaksa) di Jawa. Ditulis
pula, Baginda dari awal giat menulis
dalam piagam agar tetap diindahkan”
(Riana, 2009:386).
3. Medium: Prinsip Keteladanan
Media merupakan alat untuk
menyampaikan sesuatu. Praktik kepemimpinan
di Majapahit menunjukkan
bahwa bahasa adalah sebuah
medium,
tetapi bahasa yang dimanfaatkan berasal
dari media lain yang sudah menjadi
bagian dari struktur masyarakat berupa
penegakan prinsip-prinsip keteladanan.
Kepemimpinan Hayam Wuruk tampak
melalui ketekunannya memelihara tapa
brata dan memegang teguh ajaran Syiwa
Buddha (Riana, 2009:216). Warisan berupa
material culture –seperti candi– menjadi
bagian dari mekanisme komunikasi antara
pemimpin dengan rakyatnya.
Tertulis, “Maka dibangun candi agar
tanah Jawa bersatu kembali, agar Baginda
serta kerajaan kuat tegak dikenal oleh dunia
kemudian tidak meragukan, tanda Baginda
berjaya memimpin negara bukti seorang
raja besar yang berwibawa” (Riana,
2009:337). Kutipan itu menunjukkan candi
sebagai media penyampai pesan tentang
kepemimpinan, kebesaran, dan
kewibawaan.
Candi sebagai lambang
tegaknya
norma masyarakat, kekuatan
negara,
dan orientasi-orientasi yang jelas.
Keteladanan ini disebut dengan Pangaranarya,
”Gelar Kebangsawanan”
seperti,
Sang tuhwarrya lekas niran
pangaranarya yukti satirun, artinya ‘yang
berhak menyandang gelar Arya adalah
yang perbutannya benar-benar pantas
diteladani’ (Riana, 2009:337).
Keutamaan raja meliputi: (1) setia
pada ajaran Hindu untuk menciptakan kesejahteraan negeri (Riana, 2009:50), (2)
memegang teguh tugas kepemimpinan
dan politik (Riana, 2009:59), (3) memiliki
tutur kata yang baik (Riana, 2009:61), (4)
menciptakan ketertiban negeri (Riana,
2009:91), (5) menjadikan tempat berlindung
(Riana, 2009:442), dan (6) memberikan
hadiah kepada rakyat sebagai tanda bakti
kepada Syiwa (Riana, 2009:159). Adapun
keteladanan Patih Gajah Mada digambarkan
dalam sifat-sifat: (1) pemberani
(wira), (2) bijaksana (wicaksana), (3) lihai
(naya), (4) setia kepada atasan (satya), (5)
ahli pidato (wagmi wakpatu), (6) tenang
(dhihotsaha), dan (7) taat azas (tan lalana)
(Riana, 2009:160).
Penegakan keteladanan itu dilakukan
melalui bentuk-bentuk ritual tradisi
masyarakat, misalnya upacara adat.
Upacara
menjadi bagian penting dalam
penegakan kewibawaan pemimpin. Hal itu
terlihat dalam halaman 324 tentang upacara
penghormatan terhadap Raja Patni,
orang tua Hayam Wuruk. Upacara ini
digambarkan
sangat meriah karena Raja
menunjuk setiap atasannya menunjukkan
bukti kesetiaan dan ketundukan dengan
berbagai
persembahan.
4. Pemecahan Masalah
Di dalam penegakan praktik-praktik
kepemimpinan, tantangan yang muncul
adalah
ketidakpercayaan publik terhadap
pemimpin. Ketidakpercayaan ini
terjadi
karena pemimpin tidak memiliki
keteladanan. Penegakan keteladanan ini
harus dirawat melalui mekanisme yang
selalu awas terhadap musuh-musuh yang
datang. Kewaspadaan ini akan membuat
pemimpin selalu siap menghadapi tantangan.
Kewaspadaan ini juga bermanfaat
untuk menghadapi musuh. Menurut NK,
ketika musuh datang, para musuh dimusnahkan
sehingga para lawan ketakutan
(Riana, 2009:209). Ini merupakan strategi
untuk shock therapy bagi siapa pun musuh
yang hendak datang. Metode ini dipertontonkan
agar kekuatan negara mampu
memberikan efek terhadap musuh yang
hendak datang. Dikatakan, karena tidak
pernah main-main dengan musuh, maka
”Yang berniat jahat ketakutan lalu pergi
jauh” (Riana, 2009:244).
5. Warna dan Simbol Kekuatan
Kerajaan Majapahit sebagai sebuah
kelompok besar diikat oleh simbol yang
membuat
masyarakat sebagai anggota
kelompok
merasa sebagai satu kesatuan.
Simbol
tersebut ditulis seperti ini: “Kereta
maharaja Majapahit amat megah bercirikan
gambar buah maja, kain gringsinglobeng
lewih merah berhias lukisan mas tirai dan
tabirnya (Riana, 2009:127).” Itu berarti
bahwa gambar buah maja itu di atas kain
yang berwarna merah tua yang berasal
dari darah
manusia dihiasi lukisan dari
emas.
Buah maja melambangkan sebuah kesejahteraan
yang ditegakkan di atas warna
merah tua. Merah tua melambangkan
keberanian,
ketegasan, dan kekuatan yang
dimiliki untuk menegakkan kesejahteraan
itu. Lambang itu bisa dimengerti oleh
anggota kelompok.
Keraton juga bisa dibaca sebagai simbol
penyatuan masyarakat. Digambarkan secara
arsitektural bentuk istana Majapahit
yang
dikelilingi oleh tembok tinggi setelah
ada parit yang dalam dan luas. Kendati keamanan
dibuat berlipat-lipat, namun raja
membuat bangunan itu tidak tertutup oleh
kunjungan rakyatnya.
6. Shared Value
Berdasarkan pembacaan di atas, pemimpin
haruslah mengembangkan nilainilai
bersama
sehingga setiap anggota
bisa merasa nyaman. Sistem sosial yang
sudah
ada dianggap sebagai media untuk
menginternalisasi nilai-nilai berdasarkan
peran yang dimiliki. Sistem sosial yang
terdiri atas kaum terdidik (brahmana), para
pejabat (satriya), pihak swasta (waisia),
masyarakat bawah (sudra), dan orang
buangan (chandala) merupakan mekanisme
sosial yang terbentuk untuk mencapai
nilai-nilai bersama. Sebagaimana ditulis, kaum agamawan berusaha dan mengatur
kepentingan bersama (Riana, 2009:359).
Menurut NK, masing-masing kasta
melakukan kewajiban masing-masing,
bahkan candhala meleca tucca, orang buangan,
remeh, nista, hina, menaati tata
susila kewajiban sebagai rakyat dari
suatu kerajaan besar. Masing-masing
sistem
sosial itu diikat oleh keutamaan
yang disebut dengan pangaranarya. Sistem
itu memiliki kelas yang berbeda,
tetapi
memiliki semangat yang sama,
yakni
menjunjung tinggi keteladanan.
Ketika berpidato di hadapan rakyatnya,
pengarang NK menulis sebagai berikut.
“Janganlah kalian tidak setia bakti
menjunjung duli Baginda Raja, tegakkan
jiwa aryamu berbuatlah segala yang
menyejahterakan desa-desa dengan maksimal,
jembatan, jalan raya, pohon beringin,
bangunan-bangunan, dan segala yang
bersifat jasa harus dipelihara. Terutama
perkebunan persawahan segala tanamtanaman
dipelihara
kesuburannya, tanahtanah
desa dipertahankan dengan kuat agar
selalu berguna, sehingga penduduk tidak
minggat ke desa lain merambah tanah,
tetapi segala peraturannya ditujukan untuk
kebesaran desa” (Riana, 2009:416-417).
Dalam bentuk konkret, hal itu terlihat
dalam praktik makan. Segala kasta di
tengah-tengah masyarakat memiliki larangan
makan daging tertentu. Sistem larangan
ini menghasilkan kategori daging
yang baik dan yang buruk. Yang baik
adalah kambing, kerbau, burung, rusa,
tawon, dan ikan. Yang buruk adalah anjing,
keledai, cacing, dan tikus.
C. Kepemimpinan dalam BTJ
BTJ adalah buku yang secara umum
berisi tentang sejarah politik, mitos, dan
realitas sosial. Secara etimologis, yakni
berdasarkan pada Kamus Pepak Basa Jawa,
kata babad berasal dari bahasa Jawa yang
berarti cerita sejarah (Mulyono, 2008:
22), kata
tanah berarti tanah (Mulyono,
2008:437) dan Jawi mengacu pada kata
Jawa (Mulyono, 2008:134). Mulyono juga
menerakan
kata Jawa dalam kamusnya.
Kata itu mengacu pada wilayah, budaya,
adat-istiadat, dan aliran. Pemilihan kata
Jawi dalam judul diduga merupakan pemilihan
diksi yang lebih halus dalam
stratifikasi ungkapan bahasa Jawa. Berdasarkan
keterangan di atas, maka kata
babad tanah jawi memberikan pengertian
tentang sejarah wilayah Jawa.
BTJ ditulis secara naratif dalam bahasa
dan huruf Jawa. Ketebalan naskah
mencapai 470 halaman. Isi cerita tidak seragam,
tetapi secara umum penulis BTJ
menceritakan kepemimpinan pada masa
Kerajaan Demak (abad ke-15) hingga
Mataram
Islam (abad ke-17). Penulisan
sekuen dan kutipan dalam penelitian ini
merupakan transliterasi dan translasi dari
teks asli. Karena tidak berbentuk tembang,
BTJ lebih mirip cerita fiksi dari jenis prosa.
1. Legitimasi: Ahli Perang dan Imam
Agama
BTJ berisi sejarah kerajaan Jawa dalam
kurun waktu lebih dari dua abad, yakni
abad ke-15 hingga abad ke-17. Teks itu
menceritakan
sejumlah pemimpin yang
menonjol
pada masa itu, seperti Sultan Fatah,
Sultan Pajang, Sultan Mataram, dan
kepemimpinan VOC.
Legitimasi seorang pemimpin dapat
dilihat dari ideologi yang digunakan
dalam penulisan. Ideologi itu terlihat di
dalam penyebutan gelar. Gelar untuk
Pemimpin
Mataram Senapati Ingalaga
Sayidin
Panatagama (Sudibjo, 1980:95).
Gelar
itu bisa diartikan secara harfiah,
yakni
pemimpin dalam peperangan dan
pemimpin dalam agama. Sejumlah bukti
menunjukkan bahwa kepemimpinan itu
dimengerti sebagai penegakan ajaran
agama. Seperti dikatakan Pangeran Puger
ketika
menanggapi pelbagai gejolak politik
di Mataram: ”Raja adalah alat Tuhan.
Dan lagi pula, saya tidak mempunyai
niat hendak merebut negara Kartasura,
saya
hanya berniat mengasuh saja yang
menjadi
raja” (Sudibjo, 1980:343). Hal itu
merupakan arti ideal yang disematkan oleh masyarakat pada awal abad ke-15. Gelar
Trunajaya adalah Panembahan Maduretna
Panatagama (Sudibjo, 1980:214). Gelar itu
mengandung arti bahwa pemimpin haruslah
menegakkan agama. Bupati di Jepara
diberi gelar Tumenggung Martapura
(Sudibjo, 1980:291). Setelah Sultan Agung,
Mataram diperintah oleh Amangkurat pada
1603 (Sudibjo, 1980:255). Amangkurat berarti
bertanggung jawab terhadap kejayaan.
Legitimasi juga dilakukan oleh para
agen pengetahuan spiritual. Pemimpin
bisa beroperasi setelah mendapatkan restu
dari sunan yang tergabung dalam
organisasi bernama Wali Sanga. Pada
masa ketika kerajaan Demak berkuasa,
yakni pada awal abad ke-15, Wali Sanga
berdiri
sebagai agen-agen kepemimpinan
yang baru. Sunan Kudus disebut-sebut
dalam risalah ini sebagai kekuatan yang
membawahkan sejumlah Sultan di Jawa.
Hal itu dibuktikan melalui cerita tentang
mekanisme kepemimpinan Arya Panangsang
yang mendapatkan legitimasi dari
Sunan
Kudus berikut.
Ketika itu, orang Jawa sedang banyak
yang senang berguru soal agama Islam serta
ilmu Kesaktian dan Kekebalan. Saat itu ada
dua guru yang sangat terkenal, ialah Sunan
Kalijaga dan kedua Sunan Kudus. Sunan
Kudus tadi mempunyai tiga orang murid:
1. Pangeran Arya Penangsang Jipang; 2.
Sunan Prawata; dan 3. Sultan Pajang. Yang
paling disayang adalah pangeran Arya
Penangsang (Sudibjo, 1980:65).
Kata murid di sini mengacu pada
hubungan hirarkis antara Sunan dengan
para pemimpin di Jawa. Persoalan
menjadi
muncul ketika Sunan Kudus
memiliki ”keberpihakan” terhadap salah
satu pemimpin. Keberpihakan itu
kemudian
membuahkan strategi untuk
melenyapkan musuh. Di dalam penegakan
kepemimpinan di Demak, Sunan Kudus
sekurang-kurangnya melakukan tiga tindak
pembunuhan berikut.
a. Pembunuhan terhadap Ki Ageng
Pengging, putra dari pejabat
Majapahit,
karena dianggap tidak mau tunduk
kepada Sultan Demak (Sudibjo, 1980:57).
Ditulis bahwa Ki Ageng Pengging hanya
ditusuk sikunya kemudian meninggal.
b. Sunan Kudus menyuruh Arya
Penangsang membunuh Sunan Prawata.
Alasan yang dijadikan dasar
adalah pengkhianatan (Sudibjo,
1980:66). Pembunuhan itu berhasil
mendudukkan
Arya Penangsang sebagai
kekuatan baru menggantikan
Demak.
c. Perintah membunuh Sultan Pajang.
Sunan Kudus memang menyuruh
Arya membunuh Sultan Pajang dengan
cara licik, tetapi selalu gagal hingga
Sultan Pajang mampu membunuh
Arya Penangsang pada 1471 (Sudibjo,
1980:80). Sunan Kudus melihat bahwa
cara tipu muslihat merupakan bagian
dari skenario agar stabilitas keamanan
tetap terjaga. Kegagalan itu karena
Sultan Pajang mampu membaca kelicikan
yang dijalankan oleh Arya
Penangsang dan Sunan Kudus. Pertemuan
yang dijadikan sebagai media
penjebak Sultan Pajang ternyata gagal
mencapai target.
Di dalam banyak hal, kesunanan
berfungsi sebagai kekuatan alternatif
dari sebuah pemerintah. Kekuatan ini
merupakan
alat legitimasi bagi seorang
kelompok yang hendak menjadi pemimpin.
Pesan-pesan yang diungkapkan
pihak kesunanan merupakan pesan yang
tidak
bisa dilepaskan dari kekuatan
politis, misalnya
pesan dari Sunan Giri:
”Kalian supaya memelihara eratnya
persaudaraan; siapa yang memulai jahat
semoga tidak selamat” (155). Pesan ini
dibaca sebagai representasi dari istitusi
spiritual, sekaligus sebagai jalan keluar
ketika terjadi konflik antara Pajang dan
Mataram.
2. Strategi: Perluasan dan Penumpasan
Kepemimpinan dilahirkan dari kesaktian,
strategi, dan kesempatan. Mekanisme
menjadi pemimpin harus melalui
media
tertentu agar sampai pada tujuan.
Media ini disebut getek ‘rakit’, yakni
transportasi air yang terbuat dari jajaran
bambu. Getek ini bisa bergerak sampai
pada tujuan jika didorong oleh kekuatan.
Berdasarkan BTJ, kekuatan yang dimaksud adalah buaya. Melalui getek, diharapkan
penumpang akan melihat cahaya sebagai
wahyu kerajaan. Wahyu ini disebut dengan
pulung kerajaan (Sudibjo, 1980:60).
Istilah buaya ini merupakan sebuah
simbol dari kekuatan yang menjadi
pendorong seorang pemimpin. Buaya
memiliki
arti buas, predator, dan dapat
diterjemahkan sebagai bagian dari
kejahatan. Dengan kata lain, mekanisme
kepemimpinan itu ditegakkan melalui
media kejahatan untuk sampai pada target.
Karena didorong oleh kekuatan buaya itu,
seorang pemimpin harus waspada.
Berdasarkan perangkat birokrasi
itu, pemimpin mampu melaksanakan
target-target yang hendak dicapai. Target
yang hendak dicapai dalam BTJ adalah
perluasan wilayah. Cerita-cerita yang disampaikan
menunjukkan kuatnya hasrat
para pemimpin memperluas kekuasaaannya.
Hal itu dibuktikan
dengan
deskripsi pembangunan kekuatan yang
dilakukan oleh Senapati Mataram
untuk
melepaskan diri dari Kesultanan
Pajang.
Selain mencari legitimasi melalui kekuatan
adikodrati berupa hubungan dengan Nyai
Rara Kidul (105), Senapati
juga melakukan
penghimpunan kekuatan
secara empiris.
Dia diperintahkan oleh penasihatnya agar
membuat benteng.
Senapati mengumpulkan orang membuat
batu bata untuk membangun sebuah
benteng. Benteng pertahanan itu
secara perlahan-lahan akan diisi oleh para
pengikut yang kemudian dijadikan sebagai
tentara. Hal itu dilakukan secara kontinyu
dalam rangka akumulasi kekuatan. Ketika
kekuatan sudah memadai, Senapati
memproklamirkan diri sebagai sebuah
kerajaan yang terpisah dari Kesultanan
Pajang. Sebelumnya, Mataram telah dilihat
oleh Kesultanan Pajang sebagai api yang
sebesar ”kunang-kunang” sehingga mudah
disiram (Sudibjo, 190 135). Sunan
Giri menjadi bagian legitimasi untuk
kepemimpinan Senapati Mataram sehingga
pemimpin harus menjalin hubungan yang
baik dengan Sunan (Sudibjo, 1980:134).
Hal itu terbukti ketika terjadi rencana
perluasan wilayah oleh Senapati ke arah
Timur. Pangeran Surabaya merasa terancam
karena tidak mendapatkan dukungan
dari Sunan Giri. Ancaman itu terbukti ketika
Sunan Giri berhasil membuat perjanjian
antara Pangeran Surabaya dan Senapati
Mataram. Perjanjian itu dianggap
oleh
Sunan Giri sebagai tahap untuk penguasaan
wilayah Surabaya. Strategi itu berhasil
karena setelah perjanjian itu, Pangeran
Surabaya takluk kepada Mataram (Sudibjo,
1980:134). Ramalan selalu menjadi
bagian
dari BTJ. Ketika Senapati ingin mengetahui
masa depannya, dia pergi
ke Sunan Giri dan
bertanya. Sunan Giri kemudian berkata,
”Suatu saat, Tuan menjadi rakyat, rakyat
menjadi Tuan” (Gusti dadi kawula, kawula
dadi Gusti) (Sudibjo, 1980:133).
3. Shared Value: Ketundukan,
Kesaktian, dan Pembunuhan
Shared value ialah nilai-nilai yang
dijadikan sebagai pegangan anggota kelompok.
Istilah lain adalah nilai bersama.
Karena menjadi pegangan, nilai itu memiliki
keabsahan dan dianggap memiliki
kebenaran atau keumuman pada masa itu.
Nilai-nilai bersama yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
a. Ketundukan
Ketundukan menjadi bagian dari nilainilai
yang ditanamkan di tengah masyarakat.
Sebuah contoh didapatkan dari
Ki Ageng Pengging yang tidak bersedia
tunduk. Diceritakan, Ki Ageng Pengging
adalah seorang yang sangat sakti. Dia
sangat disayang oleh Prabu Brawijaya.
Dia memiliki anak bernama Kebokanigara.
Akan tetapi, kesaktian itu tidak dijadikan
sebagai legitimasi penguasa Demak. Karena
itu, Sultan Demak mencoba melalui mediasi
Sunan Kudus. Sunan Kudus sendiri
menggunakan
perangkat agama sebagai
medium untuk melancarkan strategi politik.
Diceritakan bahwa di Kesulatanan Demak,
ada keturunan Majapahit, sudah masuk
Islam, tetapi tidak pernah menghadap. Kendati sudah Islam, Sultan Demak menanyakan
dua hal berikut.
1) Hanya masuk ibadah atau menyusun
kekuatan politik?
2) Jika Ibadah, haruslah Sultan Pengging
menghadap karena tunduk pada pemimpin
adalah bagian dari ibadah.
3) Jika tidak menghadap, Sunan Kudus
menyatakan bahwa itu berarti pemberontakan.
Dan pemberontakan hanya
memiliki satu hukuman, yakni mati
(Sudibjo, 1980:51). Pada akhir cerita,
Mataram memiliki musuh orang-orang
dari Surabaya dan gagal menaklukannya
(Sudibjo, 1980:221).
Ketundukan menjadi shared value
bagi masyarakat. Ketika ada kekuatan
baru
di Batavia, Sultan Agung langsung
mengadakan
penyerbuan. Sultan Agung
mengirim Mandurareja untuk menyerang
Jayakarta, tetapi gagal memasuki benteng
VOC. Kegagalan itu membuat
Sultan Agung mengirim
utusan untuk
membunuh
mereka. Hal itu terjadi
pada 1571. Sultan meninggal pada 1578
(Sudibjo, 1980:183). Penyerbuan itu tidak
menghasilkan apa-apa sehingga Sultan
kemudian menyatakan hal berikut.
Orang-orang Belanda kelak akan membantu
anak turun saya, yang bertahta
lestari sebagai raja. Jika kelak keturunan
saya ada yang kalah dalam peperangan,
mereka akan ditolong oleh orang-orang
Belanda. Serangan-serangan saya sekarang
ini hanya untuk memberikan peringatan
agar di kemudian hari mereka lebih merasa
takut (Sudibjo, 1980:180).
Pertemuan antara Belanda dan Mataram
digambarkan melalui perbedaan adat.
Raja Mataram yang mengundang orang
Belanda ternyata tidak mau duduk bersila
seperti para rakyat. Hal itu dianggap
sebagai pembangkangan (Sudibjo,
1980:234). Akan tetapi
basis kekuatan
Mataram yang kurang itu akhirnya dapat
dilumpuhkan
Belanda.
b. Kesaktian
Kesaktian diklaim sebagai keutamaan.
Setiap individu yang menapaki mekanisme
kepemimpinan, maka individu
itu haruslah memiliki kesaktian yang
melebihi
masyarakat umumnya. Hal itu
dibuktikan
oleh kekuatan Jaka Tingkir
sebelum
memerintah Pajang, kekuatan Ki
Ageng Pengging yang berhasil dikalahkan
oleh Sunan Kudus, atau kekuatan Senapati
yang didukung oleh kekuatan Nyai Rara
Kidul.
c. Pembunuhan
Penyelesaian pemberontakan adalah
dengan cara membunuh para pelaku.
”Tusukilah segera Endranata di pagelaran
ini sampai mati” (Sudibjo, 1980:172),
demikian kata Sultan Agung setelah
mengetahui Demak merencanakan pemberontakan.
Dalam BTJ diceritakan bahwa Mataram
ditegakkan dengan senjata, berupa keris
dan tombak (Sudibjo, 1980:223). Penegakan
ini membuat Mataram menjadi sangat
besar (Sudibjo, 1980:242). Dicatat
dalam BTJ, upaya perluasan wilayah dilakukan
sepanjang waktu. Penumpasan
pemberontakan dari Pati dilakukan pada
1551 (Sudibjo, 1980:150). Kehancuran kota
Pati terjadi pada tahun 1570. Kejatuhan
Kota Kediri juga dicatat pada 1601.
4. Kepemimpinan Mataram
Berhadapan dengan Belanda
Pada abad ke-18, Belanda menjadi
kekuatan baru di wilayah barat Indonesia.
Kerajaan-kerajaan merasa terancam.
Fakta historis menunjukkan bahwa kepemimpinan
Mataram gagal mengusir
Belanda dari Nusantara. Hubungan dengan
Belanda sebagai kekuatan baru yang
dimanfaatkan oleh Kerajaan (Sudibjo,
1980:302). Kekuatan
VOC yang semakin
besar membuat kerajaan-kerajaan mempertimbangkan
posisi aman untuk bekerja
sama dengan VOC.
Pangeran Puger dari Mataram mendapatkan
surat dari VOC tentang ganti
rugi peperangan sewaktu Sultan Agung.
Pangeran Puger menjawab, ”Karena
tanah Jawa ini semua adalah milik
raja, bahwa bumi yang mereka injak,
air yang ia minum, atau rumput, daun dan sebagainya itu apakah tidak ada
harganya, jika kakang Prabu Amangkurat
sudi memberikan harga? Apalagi orang
Kumpeni itu sudah banyak mendapatkan
keuntungan dari perdagangan di tanah
Jawa, dan mereka di sini dihargai.
Orang kumpeni jika tidak mau menilai
sawah dari kakang prabu, lebih baik
mereka pergi dari tanah Jawa” (Sudibjo,
1980:329).
Di sini muncul benih-benih patriotisme.
Pangeran Puger merasa bahwa tanah kekuasaan
kerajaan itu juga mencakup wilayah
yang didiami oleh VOC. Belanda digambarkan
sebagai raksasa besar yang memiliki
niat halus di belakangnya.
Perlawanan Surapati yang dilakukan
secara fisik juga mengalami kegagalan.
Cerita Surapati muncul di beberapa tempat
(bagian) dengan penambahan dan
pengurangan (Sudibjo, 1980:381). Kegagalan
itu membuat Pasuruan jatuh pada
1631. Demikian pula hubungan kerajaan-
VOC dengan Panembahan Herucakra di
Madiun (Sudibjo, 1980:439).
Ketidakberdayaan pemerintah kerajaan
menghadapi VOC itu membuat
kerajaan
harus melakukan negosiasi
kerja. Pembagian kerja dilakukan antara
penguasa pribumi
dengan Belanda.
Dikatakan, ”Bahwa
kumpeni tidak diberi
wewenang untuk angkat seorang bupati
di daerah itu. Kumpeni hanya berhak
mengawasi dalam pekerjaan. Apabila
bupati itu menjalankan kesalahan
kumpeni
supaya melaporkan ke Kartasura. Sebab
menjatuhkan hukuman atau kesalahan
punggawa praja juga kumpeni tidak
berhak” (Sudibjo, 1980:470).
5. Pengetahuan tentang Ramalan
Dalam legitimasi kepemimpinan, dibutuhkan
para pandita yang mampu meramal.
Di dalam naskah BTJ diungkapkan
ramalan-ramalan tentang hadirnya
sebuah pemerintahan. Misalnya, tentang
kemegahan kerajaan Majapahit
diramalkan dari sebuah intuisi tentang
buah maja seperti pada kutipan berikut.
Jika nanti si suatu tempat ia menemukan
sebatang pohon Kemaja berbuah hanya
satu dan buah itu rasanya pahit, berhentilah
dan berpangkallah di situ. Tempat itu kelak
akan menjadi sebuah negeri besar (Sudibjo,
1980:23).
Demikian pula ramalan tentang
kejatuhan seorang pemimpin. Pengarang
BTJ menjelaskan
relasi antara alam, pemerintahan,
dan kepemimpinan. Relasi ini
saling memberikan tanda terkait muncul
dan tenggelamnya seorang pemimpin.
Lihat kutipan berikut.
Wruhanira, ingsun iki lintang, awewarah
marang sira, nggonira manengkung
ngeningaken paningal, negesa karasing
hyang, ingsaiki wis tinarima ing Allah…
Negarane nuli rengka, kerep grahana sasi
lan surya. Lintang kemukus saben bengi
katon. Gunung padha guntur. Udan awu
utawa ladhu. Iku cirining negara bakal
rusak (Sudibjo, 1980:225)
Artinya: ”Aku ini bintang, memberi
kabar kepadamu, maksudmu bersemadi
khusuk, meminta kepada Yang Maha
Kuasa, sekarang sudah diterima Tuhan
… Negara akan pecah. [Tanda-tandanya]
Sering terjadi gerhana bulan dan matahari.
Pada setiap malam terlihat bintang
kumukus. Gunung Meletus. Hujan abu
atau lumpur. Itu pertanda negara akan
rusak (Sudibjo, 1980:102).
Senapati Mataram meramalkan sebuah
transportasi mesin dengan menyatakan
”Kelak, keturunanku tak ada yang menaiki
kuda napas” dan Mataram menjadi kota
ramai pada 1509 (Sudibjo, 1980:145).
Mataram mendapatkan
sebutan Metawis
sebagai bagian dari kemashurannya
(Sudibjo, 1980:589).
D. Perbandingan Model
Kepemimpinan
Berdasarkan hasil pembacaan terhadap
dua teks di atas, maka masingmasing
memiliki model kepemimpinan
yang khas dalam aspek legitimasi,
medium, problem solving, shared value,
serta kasus-kasus khas yang dihadapi
masing-masing pemimpin. Aspek-aspek yang dijelaskan di dalam dua teks itu
dilandaskan oleh imajinasi ideologi yang
berbeda. NK dilandasi oleh pada agama
Syiwa-Buddha sedangkan BTJ dilandasi
oleh agama Islam. Pada bait pertama NK
tertulis sebagai berikut.
Sembah sujud hamba yang selalu
memuja Paduka Duli Bhatara, yang
meresap dalam semadi bagai Syiwa Budha
dan merupakan jiwa dunia akhirat, Paduka
Sang Sri Parwata (Giri Pati) pelindung si
nista dan rajannya Sang Hyang Jagatpati,
Paduka adalah raja sekalian dewa yang
paling gaib menjadi kenyataan di atas
dunia (Riana, 2009:51).
Kutipan itu jelas memperlihatkan
orientasi spiritual yang tertuju pada
agama Syiwa Buddha. Karena nilai-nilai
yang terkandung di dalam agama itu
merupakan
imajinasi yang paling suci
dan tinggi, maka status dan perilaku
raja merupakan manifestasi dari nilai
tertinggi itu.
Sementara itu, bila dibandingkan dengan
BTJ, nilai-nilai agama Syiwa-Buddha
tidak seketika hilang. Nilai itu masih
terlihat di dalam penulisannya. Nilai tertinggi
seba-gaimana tertulis dalam BTJ
adalah nilai Islam. Paragraf pertama sudah
menunjukkan hal itu.
Buku ini menuturkan sejarah raja-raja
di pulau Jawa, berawal dari Nabi Adam
sebagai sumbernya. Nabi Adam menurut
asal usul menurunkan Nabi Sis. Nabi Sis
sendiri kemudian berputra Nur Cahaya.
Nurcahaya menurunkan Nurasa. Dari
Nurasa lahir putranya yang bernama Sang
Hyang Wening. Sang Hyang Wening
kemudian menurunkan sang Hyang
Tungga. Kemudian Sang Hyang Tunggal
berputrakan sang Batara Guru. Batara
Guru berputra lima, diberi nama: Batara
Sambo, Batara Brama, Batara Mahadhewa,
Batara Wisnu dan Dewi Sri. Batara Wisnu,
putra keempat dari Batara Guru, bertahta
di suatu kerajaan di Pulau Jawa, bergelar
Prabu Set. Istana Batra Guru itu yang
disebut Suralaya (Sudibjo, 1980:7).
Pengarang BTJ memberikan silsilah
kerajaan tanah Jawa yang menggabungkan
tradisi berikut.
Bagan 1: Asal Usul Nama Tokoh Imajiner Berdasarkan Asal Tradisi
Nama Tokoh                                          Asal Tradisi
Nabi Adam                                                 Islam
Nabi Sis                                                       Islam
Nur Cahaya                                                 Islam
Nurasa                                                          Islam-Jawa
Sang Hyang Wening                                  Jawa
Hyang Tungga                                            Hindu
Batara Guru                                                Hindu
Batara Sambo                                              Hindu
Batara Brama                                              Hindu
Batara Mahadhewa                                    Hindu
Batara Wisnu                                               Hindu
Dewi Sri                                                        Hindu
Batara Wisnu, bertahta di Jawa              Hindu

Sumber: Analisis tekstual paragraf pertama
BTJ.
Berdasarkan pemetaan tradisi itu,
terlihat ideologi penulis dalam menyusun
cerita tersebut. Berdasarkan dua kutipan
di atas dapat diartikan bahwa ideologi
Islam dijadikan sebagai dasar utama
penyusunan
naskah BTJ. Sementara
itu, ideologi Hindu dan Jawa dijadikan
sebagai unsur pemerkaya naskah ini.
Temuan itu menurunkan sebuah justifikasi
bahwa sistem kepemimpinan dalam
BTJ mengalami Islamisasi dari sistem
kepemimpinan terdahulu yang mendasarkan
diri pada agama Syiwa-Buddha.
Perbedaan landasan ideologi itu
berimplikasi terhadap praktik kepemimpinan
masing-masing teks. Legitimasi
kepemimpinan dalam Kerajaan Majapahit
didasarkan pada pengetahuan spiritual
agama Buddha, yakni tentang kehidupan
manusia yang dijaga oleh para dewa di
kayangan. Karena itu, seorang pemimpin
bisa memberikan perintah kepada anggota
karena pemimpin adalah titisan dewa.
Dikatakan bahwa pemimpin memahami
segala rahasia pengetahuan alam dewa dewa. Berbeda dengan legitimasi
pemimpin
pada masa Majapahit, legitimasi
yang dimunculkan dari pemimpin
Kerajaan
Mataram didasarkan pada nilainilai
keislaman yang disesuaikan dengan
nilai-nilai pada masa lalu. Ditulis dalam
BTJ bahwa raja mendapatkan legitimasi
dari institusi keagamaan yang bernama
kesunanan. Karena itu, gelar yang digunakan
adalah ”Senapati Ing Alaga Sayidin
Panatagama”, komandan perang dan
pemimpin agama. Kesunanan memiliki
kekuatan untuk menegakkan pemerintahan
yang berdasarkan pada nilai-nilai keislaman.
Legitimasi yang diperoleh dalam
kepemimpinan Majapahit maupun dalam
Mataram
dimanfaatkan untuk
mendapatkan
ketundukan
bagi para
anggota kelompok atau rakyat. Pada
praktiknya, ketundukan pada
masa Majapahit dimanfaatkan untuk
membangun kesejahteraan rakyat, sedangkan
ketundukan pada masa Mataram
dimanfaatkan untuk memperoleh ketundukan
lainnya. Kepemimpinan pada masa
Majapahit memiliki dasar-dasar nilai
ketundukan yang didukung oleh pemahaman
tentang imbal balik dari ketundukan
itu. Rakyat tunduk untuk mendapatkan
hak mereka menjadi sejahtera. Sementara
itu, dalam kepemimpinan masa Mataram
ketundukan dimanfaatkan untuk kekuasaan
itu sendiri. Para penguasa tidak
mengembalikan ketundukan dalam bentuk
kesejahteraan, tetapi sebagai tolok
ukur untuk melakukan perluasan wilayah.
Dengan begitu, kesamaan itu terlihat dalam
target-target kepemimpinan, tetapi tidak
pada tujuan akhir dari kepemimpinan itu
sendiri.
Nilai dasar yang berbeda membuat
pemimpin Majapahit dan Mataram memiliki
keputusan-keputusan yang berbeda pula.
Bila keputusan pemimpin Majapahit berdasarkan
pada norma keteladanan, keputusan
pemimpin Mataram didasari oleh
persetujuan kasunanan. Buktinya, keputusan
penyerangan Majapahit terhadap
wilayah timur pulau Jawa didasari
oleh semangat menegakkan keberanian
memimpin perang untuk kejayaan negeri.
Sementara
itu, penyerangan Jipang terhadap
Pajang memperoleh keabsahan dari Sunan
Kudus. Demikian pula, penyerangan Jaka
Tingkir menuju Demak juga mendapatkan
legitimasi dari Ki Ageng Pamanahan,
seorang ahli ilmu agama. Pemimpin Majapahit
memanfaatkan kekuatan norma yang
terinternalisasi di tengah-tengah masyarakat,
sedangkan pemimpin Demak dan Mataram
memanfaatkan dukungan dari institusi
agama.
Berdasarkan pembacaan terhadap karakteristik
kepemimpinan Majapahit, Mataram,
Pajang, dan Demak sebagaimana
tertuang dalam naskah NK dan BTJ, dapat
dilihat kesamaan misi terhadap perilaku
anggota,
yakni ketundukan. Misi ini dijabarkan
dalam visi yang berbeda. Bagi
Majapahit, visinya adalah kesejahteraan,
sedangkan bagi Mataram adalah perluasan
wilayah. Ketika penjabaran misi ini menemui
masalah di dalam kelompok, mereka
memiliki kesamaan pemecahan masalah,
yakni penumpasan hingga punah. Pemimpin
haruslah mampu mengenali musuhnya
sehingga bisa membuat keputusankeputusan
yang benar untuk memperkuat
kelompok. Ketika musuh datang, para
pemimpin
harus menghadapi dengan cara
menumpas
tanpa sisa. Penumpasan ini
memberikan efek jera bagi individu atau
kelompok yang bermaksud memberontak.
Efek jera ini merupakan bagian dari mekanisme
kepemimpinan yang bermanfaat
untuk menumbuhkan ketundukan dalam
diri anggota. Kasus yang dihadapi Mataram
sangat khas, karena Mataram harus
menghadapi kekuatan yang berasal
dari luar, yakni VOC. VOC yang membawa
persenjataan modern dan menerapkan
politik kota benteng itu tidak
berhasil ditaklukkan oleh Mataram. VOC
melakukan politik perdagangan yang didukung
oleh kekuatan prajurit yang dihimpun
sedikit demi sedikit di Batavia.
Ketika Mataram mengetahui ada kekuatan
baru, VOC sudah terlampau kuat. Solusinya,[:]


mahasiswa usu dapat keberuntungan usai bermain mahjong tips kunci spin untuk hadirkan scatter hitam mahjong maluku bangkitkan potensi mahjong bersama pgsoft untuk maju beredar pola scatter hitam terkini di bandung sangat populer putaran pertama membuat saldo terus bertambah mahjong ways qqcuan jadi pintu rejeki kembali memanas usai scatter di mahjong muncul berkali-kali berita populer mahjong: cara memahami pola hingga strategi bermain beli rumah subsidi puluhan, ternyata dari hasil mahjong beraneka ragam scatter bermunculan di mahjong ways kakek asal bandung tertimpa rejeki nomplok berkat mahjong ways qqcuan rilis mahjong ways dengan fitur terbaik sepanjang masa warga sukabumi dorong ekonomi lewat mahjong ways rahasia scatter mahjong ways yang bikin pemain betah seharian mengintip pola scatter paling dicari di mahjong ways banjir scatter di mahjong ways ini fakta yang bikin heboh kenapa scatter mahjong ways selalu dinanti pemain tips mendapatkan scatter mahjong ways tanpa ribet pola scatter mahjong ways terbaru wajib kamu tahu cerita pemain saat scatter mahjong ways membawa keberuntungan MAHJONG WAYS SCATTER HITAM Skema Permainan Mahjong Wins 3 yang Wujudkan Kemenangan di AGENCUAN Pemula Kini Lebih Mudah Sukses Main Mahjong Wins 3 di 169CUAN Pemerintah Gandeng 169CUAN untuk Atasi Kesenjangan Lewat Mahjong Ways Ketua Mahjong Wins 3 Pastikan Laga Kemenangan di 169CUAN Dimulai untuk Bali Hiburan Saat Resesi Gates of Olympus di 169CUAN Jadi Pilihan Warga Desa Majalengka Harga Scatter Mahjong Turun Drastis Setara Gorengan Depok Mulai 2000an Sambut Hari Kamu dengan Seputar Game Legit & Jitu Terkini Yang Sudah Terbukti Membayar Ribuan Player di Mahjong Ways Cerita Menarik Peraih Scatter Hitam di Situs 169CUAN Cara Akurat Berburu Scatter Hitam di 169CUAN Dukung Penggemar Mahjong Ways, 169CUAN Hadirkan Jackpot Tiap Hari Scatter Hitam Dari 169CUAN Bikin Geger Karena Cuan Tanpa Henti Bangun Hotel Wisata Dari Gates Of Olympus 169CUAN Main Mahjong 169CUAN Bikin Hidup Berubah 169CUAN Rajanya Situs Game Online Tergacor AGENCUAN Tawarkan Cara Baru Main Game Sambil Dapat Penghasilan Pemain Mahjong 169CUAN Wujudkan Villa Wisata Bermain Mahjong dengan Modal 10K Kini Jadi Peluang Cuan Gates of Olympus Buka Gerbang Cuan Besar Bagi Ribuan Pemain Modal Kecil Bukan Halangan Pemain Mahjong Scatter Hitam Kembali Jadi Perbincangan Panas di Dunia Game Online Sosok Mitologi Ini Jadi Simbol Cuan dan Keberuntungan Baru Transformasi Modal 10K di Mahjong Jadi Cuan Besar Kini Ramai Diperbincangkan Dari Layar ke Nyata Pemain Mahjong 169CUAN Wujudkan Villa Wisata Pemain Mahjong Kini Bisa Naik Winrate Gratis Berkat Panduan dari 169CUAN Pantau RTP Live Mahjong untuk Maksimalkan Cuan Setiap Saat Bersama 169CUAN RTP Live Mahjong Jadi Andalan Pemain untuk Pantau Peluang Menang Real-Time Tren RTP Live Meningkat Jadi Alat Andalan Pemain Game Online Modern Fitur RTP Live Makin Digemari Pemain Karena Terbukti Bantu Naikkan Winrate Main Game Online Makin Efektif Setelah Pakai Panduan dari RTP Live RTP Live Kini Jadi Fitur Wajib Pemain Game Online untuk Atur Strategi RTP Live Jadi Rahasia Umum di Kalangan Pemain Profesional Game Online Sinergi Pemerintah dan 169CUAN Buka Peluang Baru Bagi Generasi Digital Wahyudin Bawa Pulang Piala Mahjong Ways Berkat RTP LIVE 169CUAN RTP LIVE 169CUAN Buat Berkat bagi Warga Mahjong RT001 Mahjong Kini Game Populer karena Bisa Bawa Pulang Emas Murni Guru Pondok Rela Habiskan Uang untuk Les Pola Mahjong Ways Pemerintah Gandeng 169CUAN Harga Cabai Naik Namun Scatter Mahjong Turun Jadi Lebih Murah Trik Jitu Termantap Dapatkan Pola Mahjong 169CUAN Petani Jogja Berhasil Bangun Vila Wisata Berkat Mahjong Ways 169CUAN Bangun Mimpi Bersama Scatter Hitam Rubah Pikiran Jadi Saldo Cerdas Satpam Bank Berhasil Raup Kemenangan Sensational Mahjong Ways 2 169CUAN Raffi Hunter Kecamatan Mahjong Klaim Menang di 169CUAN Siska Tembus Sensational Mahjong Ways Lewat 169CUAN Arifin Rubah Modal 10K Jadi Ratusan Juta Lewat Mahjong 169CUAN Bongkar Strategi Cina Kampung Mahjong Ways 2 Depok Seputar Kisah yang Dijalani Oleh Fatimah Nekat Modal 10K Main Mahjong Demi Untuk Beli Hadiah Ibu Pola Terbaik Mahjong Ways dan Dibantu Kombinasi RTP LIVE Gagal Dalam Percintaan Namun Berhasil Jadi Pemain Profesional Mahjong Remaja Bandung Belajar Move On Dari Mahjong Ways Modal 10K Saja Bisa Jackpot Karawang Resmi Jadi Kota Utama 169CUAN Situs TOp Gen Z Idaman Kota Surabaya 169CUAN Bantu Pemain Surabaya Ubah Takdir Lewat Scatter Mahjong Ways dengan Cerdas Ramai Perbincangan Batam Jackpot 120 Juta dari Mahjong 169CUAN PG SOFT Tegaskan Scatter Mahjong 169CUAN Paling Gacor di Surabaya Tampilan Modern Terkece dan Kemenangan Mahjong 169CUAN Tinggi 169CUAN Dikenal Sebagai Mahjong Terbaik Untuk Jackpot Besar 169CUAN dan Pola Scatter Mahjong Tanpa Ritual Pasti Jackpot Scatter 169CUAN Tips Cerdas Jackpot Scatter Mahjong 169CUAN 169CUAN Tempat Jitu Scatter Mahjong Surabaya Buka Harimu dengan Scatter Mahjong 169CUAN 169CUAN Punya Resep Unik Untuk Memanaskan Perkalian Mahjong Ways PGSOFT Mencapai Jalur Kesuksesan Lewat Mahjong Ways di 169CUAN Bung Karno Produsen Kota Surabaya Jackpot Rp94 Juta Pakai Trik Mahjong 169CUAN Reza Batam Pinjol Tiap Hari Untuk Trik Jackpot Scatter Reward Rp312 Juta Usai Pakai Tips Jitu Mahjong 169CUAN Tips Ampuh Menang di Mahjong Pelajaran dari Raisa Putri Scatter Hitam Mahjong Ways Kompetisi Menegangkan Antara Budi dan Fikri Saat Tanding Mahjong RTP LIVE Modal 10K Bermain Mahjong Hidup Membosankan Raffi Menantang Mahjong Demi Sukses Mahjong Ways Tiru Adegan Anime dari Naruto Satpam BCA Cari Penghasilan Tambahan dari Mahjong Ways Fitur Nan Manja 169CUAN Gandeng Masyrakat Mahjong Mahjong Wins 3 Bersama Pemkab Surabaya faisal dari rumbai mengaku diselamatkan mahjong wins 3 baginda799 dari depresi remaja salatiga belajar trik pola hoki mahjong ways 2 lewat tutorial baginda799 tukang fotocopy bekasi bikin heboh group wa setelah tunjukin saldo mahjong wins 3 baginda799 rani kasir supermarket di palopo curi perhatian setelah menang mahjong ways 2 di baginda799 farida ibu muda padang dapat transferan misterius usai menang mahjong ways 2 baginda799 cewek thailand ngaku belajar trik gacor mahjong wins 3 dari komunitas baginda799 indonesia mbah minto warga tuban bikin heboh tahlilan setelah menang slot mahjong ways 2 baginda799 pensiunan polisi asal mataram pamer hasil menang slot mahjong wins 3 di baginda799 pak wandi dari gorontalo beli tanah warisan setelah main mahjong ways 2 di baginda799 terungkap perjalanan scatter hitam di baginda799 tembus rp314jt baginda799 membuka misteri mengejutkan di dalam room mahjong forum komunitas gempar karena pola astec meledak di baginda799 mahjong wins 3 baginda799 ungkap teknik pemula paling gacor cuan dalam semalam dengan mahjong dan kombinasi baru di baginda799 strategi mahjong ways 2 pengakuan member baginda799 di singkawang rtp live baginda799 bikin heboh komunitas dengan formula gacor di baginda799 tersimpan kisah penuh cuan dari mahong ways gates of olympus viral karena pola unik di room baginda799 sweet bonanza dianggap biasa ternyata jadi jutawan di baginda799 kota bandung diserang scatter hitam cara inovatif ala 169cuan makasar aplikasi alternatif google dari 169cuan kibarkan bendera one piece menarik perhatian perlawanan atau kekecewaaan masyarakat ramai supir truk pasang bendera one piece menjelang hut ri ternyata ini alasan bendera one piece bikin ham bergetar tak terbendung enam solusi terbaik 169CUAN untuk bali penyair kampung tepi danau toba dapat inspirasi dari mahjong ways mahjong wins 3 169cuan strategi pemain senior prajurit tni tersangka kasus kematian prada lucky 20 lain dalam pemeriksaan promo scatter merah hitam mahjong ways 169cuan mahfud md respons mahjong ways 2 uang cerdas tari pacu jalur istana indonesia prabowo 169CUAN demo mahjong ways 2 surabaya serentak akurasi kemenangan mahjong ways 2 rtp live 169CUAN pesta kemenangan mahjong ways 2 tutup sudirman - thamrin potret prabowo cium bendera merah putih hut 80 ri 169CUAN rtp live gratis 169cuan mahjong ways hotel indonesia pekalongan klarifikasi dan minta maaf karena usir alasan gaji pns tidak naik pemerintah juga akan tutup peluang rekrutmen cpns 2026 169CUAN jackpot rtp live bet mini putaran ganjil metode rtp pgsoft formasi spin 169CUAN pelajaran spin genap bet hemat 169CUAN analisis bu azizah pgsoft putaran keempat 169CUAN teknik ancaman bu tuti ojek online bikin RTP 169CUAN ketar ketir riski buka pikiran pemain mahjong mulai dari kisah bermain lewat 169CUAN rizal montir mobil gunakan akurasi freespin pgsoft dan pola unik di malam hari mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong wins mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways mahjong ways momen influencer pecah jackpot 619 juta di mahjong wins 3 viral usai raih 154 juta dari spin mahjong ways 2 geger pak rohim berusia setengah baya sukses raih kemenangan saat spin mahjong ways 2 suasana berubah riuh saat raih ratusan juta dari hasil spin mahjong ways pria asal bandung viral usai bawa pulang ratusan juta dari mahjong ways penjual martabak bandung pecah scatter hitam mahjong wins 3 raup 89 juta nelayan di tanjung mas semarang pecah scatter hitam mahjong ways cair 179 juta dalam sekejap karyawan minimarket dapat maxwin mahjong ways 2 langsung wujudkan impian beli motor baru pemkot malang gandeng agencuan bantu masyarakat lewat scatter hitam festival lentera mahjong scatter hitam di kota palangkaraya ojol mataram tembus scatter hitam mahjong ways 58 juta bikin heboh bongkar rumus pribadi mahjong ways hingga tembus ratusan juta bocoran mahjong ways bikin banyak orang raup jutaan wawan raih 8 juta dari mahjong ways 2 seorang mekanik motor tembus 369 juta dalam semalam ibu rumah tangga hebohkan perumahan setelah scatter beruntun anak tukang sayur ini bawa pulang 135 juta main mahjong ways auto sultan penjaga warnet temukan scatter hitam di pg soft jakarta digemparkan pedagang kaki lima pecenongan raih ratusan juta dari scatter hitam karyawan spbu raup 9 juta saat jam istirahat momen tak terduga dari layar ponsel kisah inspiratif jayadi tukang sol sepatu keliling jackpot di mahjong wins 3 kisah nyata pekerja bengkel raup ratusan juta di mahjong ways 2 kisah satpam berubah nasib lewat mahjong ways mahjong ways simbol naga hitam bawa rezeki dengan scatter beruntun pegawai kantoran dapat kejutan saat iseng main mahjong ways pemkot dukung pemain mahjong ways sebagai sarana hiburan online di sumatera barat pemuda perantauan asal makassar bangkit dari krisis ekonomi berkat mahjong ways petani dari solo untung 8 juta berkat scatter mahjong ways poin untuk menang mahjong ways 2 meningkat pesat di dunia hiburan online warga krukut menang ratusan juta di mahjong ways warga serang banten tak menyangka buktikan pola sendiri di mahjong ways membawa keberuntungan satpam kantor curi perhatian setelah jago main mahjong wins 3 satpam kantor menang besar main mahjong wins 3 malam jumat sopir truk bangodua auto menang karena strategi mahjong tito asal mojokerto paling beruntung diberikan pilihan uji scatter hitam dalam sekejap seorang roy suryo asal surabaya berhasil bongkar rumus jackpot mahjong ways viral di medsos teknik gacor siska koki home industry ungkap scatter hitam super dan turbo rtp boyong terungkap alasan rismon asal riau geram karena menang mahjong ways setiap hari ini trik dan pola gacornya tips dan panduan maksimal wawan asal riau ceritakan proses dapatkan jackpot spektakuler tips dan strategi jackpot mahjong wins ala aloy bikin netizen heboh karena terbukti berhasil tips panduan dan bocoran timothy asal riau bagikan strategi terbaik raih jackpot puluhan juta di mahjong ways banyuwangi jadi saksi komitmen mahjong ways 2 berkualitas chika spg mobil honda asal surabaya kejutkan pameran mobil dengan kemenangan di mahjong ways gizella memilih mahjong ways 2 sebagai favorit yang mengubah hidupnya dalam sekejap guru sd kaget hadiahdari mahjong ways 2 cair ke rekening kisah inspiratif mbak infira karyawan toko bawa pulang rezeki dari mahjong ways 2 mahasiswa yogyakarta hebohkan kampus fikri raup ratusan juta dari mahjong ways saat jam istirahat pak tono petani cabe temanggung raup ratusan juta dari pola scatter hitam mahjong ways pemuda desa banyuwangi gegerkan komunitas online usai dapat scatter hitam beruntun tukang cukur pinggir jalan dapat cuan dari mahjong ways saat menunggu pelanggan tukang roti keliling surabaya dapat cuan saat menunggu pembeli pemuda surabaya bagikan rahasia mahjong ways cair 75 juta pak apen tambal ban di kedung halang raup 201 juta dari mahjong ways pemuda pasekan main mahjong ways 2 jam 03 28 dan menang besar warga serang banten heboh main mahjong ways 2 pak harianto dapat 358 juta pria semarang ceroboh tekan spin mahjong ways cair 75 juta dalam 5 menit awali hari dengan keberuntungan pak kardi sabet 119 juta dalam satu sesi pagi hari bapak sucipto ceritakan di warung kopi pengalaman tembus 319 juta di mahjong ways 2 dunia maya heboh sopir angkot pulo gadung raih 115 juta saat ngetem berkat mahjong ways heboh seorang gojek dapat rezeki besar dari mahjong ways heboh wahyuddin warga majalengka menang mahjong ways harian berkat rumus bocoran admin pg soft kisah inspiratif caroline gadis cantik penjual kosmetik online ungkap rahasia kecil raup ratusan juta dari mahjong ways mang saswi penjual es doger auto jadi sultan di desa kedung halang bogor gara gara mahjong wins 3 pak slamet petani desa sukamaju raih kemenangan berkat saran kawannya penjual getuk lindri dari jawa barat raih kemenangan fantastis 138 juta di mahjong ways 2 pria surabaya bagikan bocoran menang mahjong ways harian di jam 03 17 pagi rizal dari tangerang selatan bikin geger satu rt usai raih 377 juta dalam 2 hari bermain mahjong ways 2 sunarti dari klaten berhasil menang setiap hari di mahjong ways viral bang parto pedagang soto mie keliling kampung berhasil ubah nasib lewat mahjong wins 3 pria surabaya bagikan bocoran menang mahjong ways harian di jam 03 17 pagi tino tukang cuci motor kaget pertama kali main mahjong ways langsung raup 19 juta trending dodi penjaga warung kopi ciampelas menang 72 juta di pukul 02 38 dari mahjong ways 2 hacker asal jawa tengah bocorkan rahasia maxwin mahjong ways 2 dimas driver ojek online bekasi tarik 11 juta setelah orderan terakhir christin bikin heboh maxwin puluhan juta tanpa ikut grup rtp mahjong wawan dari toko sepi sampai 3x wede dari mahjong wins bang sadam barista kopi yang selalu dapat scatter hitam spin iseng tengah malam berujung rezeki scatter hitam di yogyakarta pak darto satpam citra raya serang banten dapat rezeki tengah malam dari scatter hitam mahjong ways pak aziz dapat scatter hitam tiga kali berturut jp langsung meledak siswa smk semarang menang 10 juta dari mahjong ways bu nita ibu rumah tangga surabya langsung dapat cuan besar dari scatter hitam bengkulu dikejutkan skenario baru mahjong ways pemain lokal temukan pola menang yang lebih mudah cewek cantik dari desa kecil bikin geger komunitas setelah berhasil cuan besar dede driver ojol jakarta barat berhasil ubah modal tip jadi kemenangan tak terlupakan di mahjong ways dimas driver ojol bekasi raup belasan juta setelah orderan terakhir pemain jawa tengah sarankan spin manual di mahjong ways peluang menang ternyata lebih mudah rekaman cctv toko alat listrik di jogja bikin heboh ternyata mas ardi baru saja maxwin di mahjong ways seorang ibu rumah tangga bernama nita asal surabya langsung dapat cuan besar dari scatter hitam seorang karyawan pabrik bikin heboh modal 25k jadi puluhan juta di mahjong ways sopir travel nunggu penumpang main mahjong ways dan scatter datang dua kali beruntun viral anak penjaga toko hp dapat maxwin mahjong ways saat toko sepi pengunjung waktu gacor terbongkar jam 10 45 jadi momen brutal scatter hitam mahjong ways anak kos di lhokseumawe viral usai menang besar dari auto spin mahjong ways 2 anak kos jogja yang mengubah sisa uang bensin jadi jutaan rupiah lewat mahjong ways anak muda bogor bongkar cara menang mudah di mahjong ways 2 tanpa pola dan rtp anak smk terpintar gunakan beasiswa dan malah dapat puluhan juta dari mahjong ways andi petani cabe terapkan pola scatter hitam raup cuan ratusan juta di mahjong ways 2 bu sutedja ibu kos di sawangan depok menang scatter hitam mahjong ways 2 buruh pabrik cirebon mendukung tren mahjong ways karena semakin mudah dimenangkan darmadi tukang las bangkit berkat scatter hitam mahjong ways 2 fenomena scatter hitam di mahjong ways 2 bikin geger dari perkotaan sampai desa festival lentera mahjong scatter hitam dibukit tinggi medan hebohkan warga ibu ratmi dari solo hebohkan komunitas game online karena maxwin di mahjong ways 2 ibu rina dari desa sukamaju jadi sorotan setelah menang ratusan juta dari mahjong ways 2 kemajuan teknologi 2025 auto spin 10x di mahjong ways bisa hasilkan puluhan juta mahjong ways 2 kembali curi perhatian hadirkan kejutan puluhan juta hingga ratusan juta maskur sopir merangkap montir sukses raup ratusan juta dari mahjong ways 2 mekanik body vespa tua yogyakarta raup cuan tambahan berkat=scatter hitam mahjong ways 2 modal 150 ribu di mahjong ways berbuah ratusan juta momen langka pasti cuan abis di mahjong ways versi agencuan pak slamet petani di pedalaman mendadak dapat cuan berkat bisikan roh gaib di mahjong ways 2 pegawai kantoran dapat kejutan saat iseng main mahjong ways pelanggan warnet banjarnegara hebohkan warga usai menang besar lewat mahjong ways 2 peluang lebih menjanjikan menang bersama mahjong ways pemain game online makin membludak gara gara scatter hitam mahjong ways 2 di 169cuan pemain mahjong ways di jakarta buktikan bisa menang besar pemain pro bocorkan jam paling gila scatter hitam nongol terus pemain semarang alami banjir scatter hitam mahjong ways pemkot malang gandeng pgsoft dan scatter hitam mahjong ways untuk tekan angka kemiskinan pemuda perantauan asal makassar bangkit dari krisis ekonomi berkat mahjong ways pemula mahjong ways di malang kini bisa menang besar dengan tingkat sederhana pengusaha startup jakarta saldo naik terus setelah main mahjong wins 3 di agencuan penjaga toko sport tak sangka dapat puluhan juta dari mahjong ways penjaga warnet shift malam di cirebon mendadak hoki berkat scatter mahjong ways penjual ikan di gorontalo mendadak jadi sultan usai main mahjong ways 2 petani dari solo untung 8 juta berkat scatter mahjong ways pola aneh mahjong ways cairkan ratusan juta saat hujan deras di magelang saldo puluhan juta bikin suami tercengang scatter hitam nongol setelah spin normal 7x di mahjong ways 2 sensasi hebat scatter mahjong ways tajir setelah main mahjong ways di kantin sekolah warga serang banten tak menyangka buktikan pola sendiri di mahjong ways membawa keberuntungan wawan riau jadi sorotan usai sukses raup puluhan juta dari mahjong ways 2 berbagi hasil kemenangan dari mahjong