Rancang Platform “Gerai Sastra”, Jurusan Sastra Indonesia FIB UNEJ Awali dengan Seminar Sastra Siber

Era digital berimplikasi pada semua elemen kehidupan, termasuk sastra. Kini sastra bukan sekadar urusan kreativitas. Sastra perlu menggerakkan dan digerakkan oleh kewirausahaan. Sudah saatnya diperlukan platform “Gerai Sastra”. Untuk merancang platform “Gerai Sastra” dengan peluang ekonominya, perlu diawali dengan seminar sastra siber.

Demikian rangkuman seminar nasional yang bertema “Sastra Siber: Kekhasan dan Peluang di Era Digital”. Seminar yang diselenggarakan atas kerja sama Laboratorium Produksi Sastra dengan Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember (FIB UNEJ) tersebut dilaksanakan secara hibrid di Ruang Aula Sutan Takdir Alisyahbana FIB UNEJ, Senin (30/09/2024).

Seminar menghadirkan tiga pembicara, yakni Dr. Ratun Untoro, M.Hum. (Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta), Dr. Nanang Suryadi, S.E., M.M. (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya), dan Dr. Heru S.P. Saputra, M.Hum. (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember), dengan moderator Zahratul Umniyyah, S.S., M.Hum. (dosen Sastra Indonesia) dan pewara Wulan Faradila Wigunastika (mahasiswa Sastra Indonesia).

Ketua Jurusan Sastra Indonesia, Didik Suharijadi, S.S., M.A., dalam sambutannya menekankan pentingnya mengasah jiwa kewirausahaan di era digital. Dijelaskannya bahwa Jurusan Sastra Indonesia bekerja sama dengan Laboratorium Produksi Sastra (Kepala, Abu Bakar Ramadhan Muhamad, S.S. M.A.) saat ini sedang merancang platform aplikasi android “Gerai Sastra”. Untuk memantapkan rancangan tersebut, perlu diawali dengan serangkaian kegiatan pendukung, di antaranya seminar sastra siber.

Dijelaskan pula bahwa “Gerai Sastra” akan melibatkan berbagai pihak. “Gerai Sastra dirancang sebagai sarana kewirausahaan untuk memasarkan karya sastra dari mahasiswa, alumni, dan penulis umum. Aplikasi ini dijadwalkan mulai dikerjakan Januari 2025. Seminar sastra siber ini diharapkan membekali mahasiswa terkait kekhasan sastra siber dan peluang ekonomisasinya, sehingga mahasiswa siap ketika Gerai Sastra terwujud,” jelas Didik.

Dekan FIB UNEJ, Prof. Dr. Sukarno, M.Litt, dalam sambutan sekaligus membuka acara, menyampaikan apresiasinya atas respons Jurusan Sastra Indonesia terhadap perkembangan digital, khususnya terkait sastra. Diungkapkannya bahwa penguasaan sarana digital menjadi penting dalam menyambut maraknya sastra siber. “Di era digital ini, penelusuran data kesastraan dan data lainnya, termasuk sastra siber, sepenuhnya dapat dilakukan dengan sarana digital. Saya memberi apresiasi atas upaya untuk mewujudkan aplikasi digital berbasis sastra. Termasuk upaya untuk merambah kewirausahaan berbasis sastra siber,” tandas Sukarno.

Ratun Untoro (ratunskp@gmail.com), dalam menyampaikan materi berjudul “Sastra Siber”, menekankan pentingnya pemahaman terhadap perkembangan media. Dijelaskannya bahwa sastra yang kini dipublikasikan secara daring dengan teknologi jaringan, mengalami dinamika, mulai dari sastra lisan, sastra manuskrip, sastra cetak, hingga sastra digital. Dicontohkannya sastra digital, mulai dari Wattpad, PlukMe, Cabaca, hingga Webtoon. “Semua sastra siber yang disebut juga sastra hiperteks adalah sastra digital, tetapi tidak semua sastra digital adalah sastra siber,” jelas Ratun.

Lelaki kelahiran Yogyakarta yang juga seorang Widyabasa Ahli Madya tersebut, kemudian mengungkapkan tentang fenomena fiksi mini yang ditulis di twitter (platform X). Dicontohkan suksesnya KKN di Desa Penari tulisan SimpleMan di twitter, yang diadaptasi menjadi buku dan film, tidak kurang dari 10 juta penonton. Kemudian dibacakan pula beberapa fiksi mini karya Joko Pinurbo, Eka Kurniawan, Clara Ng, dan Agus Noor. “Puisi karya Joko Pinurbo yang terpajang gagah di sudut tembok, di Yogya ini, tidak menyertakan nama penulis dan tidak izin kepada penulisnya. ‘Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan akringan’”, tegas Ratun.

Nanang Suryadi (nanangs@ub.ac.id) dengan materi “Pemasaran Karya Sastra di Era Digital” menekankan pentingnya antisipasi terhadap revolusi digital. Dijelaskannya bahwa manajemen dan pemasaran perlu menyesuaikan dengan perkembangan atau revolusi digital. Hal tersebut mempengaruhi strategi distribusi. Disebutkan bahwa e-commerce menggunakan situs web, sedangkan m-commerce menjual melalui perangkat seluler. “Distribusi sastra siber juga harus memanfaatkan platform media digital,” jelas Nanang.

Lelaki kelahiran Serang yang dalam komunitas sastra lebih dikenal sebagai penyair dibanding pakar manajemen ini, juga menjelaskan tentang fenomena sastra siber. Dijelaskannya bahwa fenomena sastra siber direspons oleh komunitas sastra dengan mendirikan Yayasan Multimedia Sastra (YMS), Nanang Suryadi sebagai Sekjen. Selain mengelola cybersastra.net dan mailing list di internet, YMS telah menerbitkan buku dan kumpulan puisi digital dalam kemasan CD. “Dalam perkembangan mutakhir, peran media sosial cukup signifikan. Termasuk penggunaan artificial intelegence dan web 3,” tandas Nanang.

Heru S.P. Saputra (herusp.saputra.fib@unej.ac.id), sebelum menyampaikan materi, mengawali dengan pantun. Pak Ratun peneliti Pak Nanang penyair, bersama di Jember hingga nanti. Ikutilah diskusi hingga berakhir, sastra siber menarik hati. Kemudian, dipandu moderator, dilakukan gim untuk peserta seminar dengan hadiah buku.

Dalam menyampaikan materi “Menyimak Sastra Siber, Mengangankan Berlimpahnya Kreativitas”, lelaki kelahiran Sragen ini menekankan tiga kekhasan sastra siber, yakni hiperteks, interaktivitas teks dengan pembaca, dan hipermedia. Dijelaskannya bahwa dengan kekhasan tersebut, media bukan sekadar sarana, melainkan juga berimplikasi pada makna. “Dalam konteks hipermedia, teks sastra bukan sekadar tulisan, melainkan perpaduan juga dengan suara atau musik dan gambar atau audiovisual,” ungkap Heru.

Di bagian lain, dijelaskan tentang peluang sastra siber di era digital. “Peluang mencakup ranah kreativitas dan kajian. Dalam ranah kreativitas, terbuka hamparan luas untuk melakukan eksperimen-eksperimen inovatif, dengan memanfaatkan hipermedia. Dalam ranah kajian, dapat dikembangkan analisis digital dengan basis data raya, termasuk pembacaan jauh, stilistika korpus, dan konsep-konsep teoretik hipermedia,” jelas Heru. Seminar dilanjutkan dengan diskusi interaktif dan diakhiri dengan foto bersama***

Berita terkait: WEBINAR NASIONAL: MENGGALI PELUANG SASTRA SIBER DI ERA DIGITAL

Related Posts