Webinar NGONTRAS#20: Fungsi Strategis Etnografi Komunikasi bagi Lulusan Sarjana dalam Mengakses Pekerjaan

Etnografi komunikasi memiliki fungsi strategis bagi lulusan sarjana dalam mengakses pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa etnografi komunikasi bukan sekadar ilmu untuk ilmu, melainkan juga ilmu untuk masyarakat. Oleh karena itu, etnografi komunikasi perlu diajarkan di seluruh perguruan tinggi yang memiliki Jurusan atau Program Studi Sastra Indonesia atau Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Demikian rangkuman webinar rutin bulanan melalui zoom meeting dalam format Kuliah Umum bertema Etnografi Komunikasi, dengan tajuk NGONTRAS#20 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-20), yang diselenggarakan atas kerja sama HISKI Jember dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember (FKIP Unmuh Jember), Jurnal Semiotika, Kelompok Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (KeRis DiMas) KOBATAKU, KeRis DiMas KARISMATIK, KeRis DiMas MEDAGEN, dan KeRis DiMas PERKEMA, Sabtu (25/3/2023).
Pembicara yang menjadi narasumber adalah Drs. Kusnadi, M.A. (FIB UNEJ), dipandu oleh moderator Didik Suharijadi, S.S., M.A. (FIB UNEJ), pewara Sherin Fardarisa, dan host Novianti Pratiwi, keduanya mahasiswa FIB UNEJ. Kegiatan webinar dibuka secara resmi oleh Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Jember, Dr. Kukuh Munandar, M.Kes.
Dalam sambutannya, Kukuh Munandar menekankan pentingnya untuk memahami etnografi komunikasi. Dijelaskannya bahwa berdasarkan pengalaman kegiatannya di lingkungan masyarakat suku Dayak di Kalimantan, setiap sungai melengkok maka bahasanya berbeda. Artinya, lengkokan sungai berimplikasi pada bahasa lokal yang berbeda. “Dengan keunikan bahasa semacam itu, maka peting untuk memahami etnografi komunikasi,” jelas Kukuh.
Kusnadi, dalam menyampaikan materi Kuliah Umum berjudul “Etnografi Komunikasi”, menandaskan bahwa etnografi komunikasi memiliki fungsi strategis. Apalagi bagi lulusan sarjana dalam melamar pekerjaan. Kemudian dirinya menceritakan pengalaman pribadi ketika membimbing mahasiswa dalam memilih topik skripsi. Diungkapkannya bahwa saran yang disampaikan kepada mahasiswa, topik yang akan ditulis disesuaikan dengan minat pekerjaan yang akan dituju setelah lulus sarjana. “Kalau mahasiswa setelah lulus nanti ingin bekerja di sektor pelayanan publik, misalnya, maka saya sarankan untuk menulis skripsi etnografi komunikasi tentang sektor publik,” jelas Kusnadi, yang telah menulis dua buku bertopik Etnografi Komunikasi (dapat diunduh secara bebas di https://hiskijember.fib.unej.ac.id/).
Lebih lanjut, Kusnadi menyampaikan bahwa dengan cara semacam itu, maka lulusan sarjana yang melamar pekerjaan di sektor pelayanan publik menjadi terbantu, sehingga diterima sebagai pegawai di kantor tersebut. “Hal semacam ini tidak terlepas dari pemahaman terhadap strategi berkomnunikasi. Biasanya terjadi ketika tes wawancara, dalam melamar pekerjaan,” jelas Kusnadi, yang sering menjadi narasumber dalam forum ilmiah bertema masyarakat pesisir.
Dari beberapa pengalaman dalam membimbing skripsi etnografi komunikasi, Kusnadi berusaha menunjukkan hasilnya bahwa etnografi komunikasi bukan sekadar ilmu untuk ilmu. Etnografi komunikasi dapat dimanfaatkan secara fungsional di masyarakat. Menurutnya, hal ini penting karena selain kajian yang bersifat pengembangan ilmu, juga bermanfaat secara praktis dalam penerapan strategi dalam berkomunikasi. “Saya berharap, etnografi komunikasi dapat diajarkan di seluruh perguruan tinggi yang memiliki Jurusan atau Program Studi Sastra Indonesia atau Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,” jelas Kusnadi, Ketua KeRis DiMas PERKEMA, yang pernah menjadi Kepala Pusat Penelitian Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil LP2M UNEJ (2003-2009).
Kusnadi juga menceritakan riwayat dirinya dalam memperjuangkan mata kuliah etnografi komunikasi untuk diajarkan di Jurusan Sastra Indonesia FIB UNEJ. Karena dirinya memandang mata kuliah tersebut cukup strategis untuk masa depan lulusan FIB. Disebutkannya bahwa dirinya memperjuangkan sejak tahun 1998, mata kuliah etnografi komunikasi kemudian disajikan dalam kurikulum Jurusan Sastra Indonesia FS UNEJ (kini FIB UNEJ), sebagai mata kuliah pilihan. Kemudian, tahun 2012 naik status menjadi mata kuliah wajib jurusan.
Lebih lanjut, Kusnadi mengungkapkan bahwa sampai bulan Maret 2023, jumlah mahasiswa yang mengambil skripsi etnografi komunikasi tetap stabil. Menurutnya, pada umumnya, lulusan sarjana etnografi komunikasi memiliki peluang untuk bekerja di tempat-tempat yang prospektif, seperti di BUMN dan perusahaan swasta. “Kajian etnografi komunikasi memiliki ruang sosial budaya yang sangat luas dalam kehidupan masyarakat kita, sehingga memiliki prospek akademik yang baik dan patut dikembangkan lebih lanjut,” tegas Kusnadi, yang juga sebagai editor Jurnal Semiotika.
Lebih lanjut, Kusnadi mengungkapkan bahwa bahasa memiliki fungsi strategis jika diletakkan dalam praktik komunikasi. Oleh karena itu, kajian etnografi komunikasi yang menekankan kajian pada penggunaan bahasa atau praktik komunikasi, maka didapatkan fungsi yang optimal. Kajian etnografi komunikasi memperlakukan bahasa secara dinamis, bukan statis, sehingga pemahaman terhadap praktik berbahasa lebih komprehensif. Kusnadi menyarankan tiga ranah utama yang dapat dipilih sebagai objek aktivitas interaksi sosial atau komunikasi, yakni pelayanan publik, ekonomi bisnis, dan sosial-budaya.
Pada bagian lain, Kusnadi juga memaparkan ciri penting kajian etnografi komunikasi, yakni mikro, thick description, dan emic view. Mikro dalam arti skala topik kajian tidak luas, tetapi mendalam. Thick description atau deskripsi mendalam, sehingga memperoleh pemahaman yang sempurna tentang eksistensi objek kajian. Emic view bersifat interpretatif, yakni basis penjelasan dan pemaknaan objek berdasarkan sudut pandang masyarakat yang diteliti. Ciri tersebut berkonsekuensi pada data yang diperlukan, yakni teks, koteks, dan konteks. Koteks adalah kalimat yang mendahului/mengikuti sebuah kalimat dalam wacana.
Dalam sesi diskusi, Kusnadi menekankan bahwa kajian etnografi komunikasi dapat diterapkan untuk penggunaan bahasa dalam berbagai praktik komunikasi, misalnya pidato politik, komunikasi ritual, komunikasi berbasis digital, komunikasi naratif dalam karya sastra, dan praktik komunikasi lainnya. Yang terpenting, menurut Kusnadi, diperlukan kecukupan data. Secara konseptual, kecukupan data mencakup teks, koteks, dan konteks. Jika koteks tidak ada, cukup dengan teks dan konteks. “Jadi, data tidak hanya berupa teks, tetapi harus dilengkapi dengan konteks. Data harus komprehensif agar dapat dianalisis dengan baik,” jelas Kusnadi, yang telah menulis 20-an buku tentang etnografi masyarakat pesisir/nelayan.
Acara NGONTRAS#20 yang dihadiri 250-an partisipan, dilanjutkan dengan berdiskusi interaktif hingga acara berakhir. Acara ditutup oleh pewara dengan pantun. Jika tiada harapan dijumpa, hendaklah kita cari yang baru. Semoga berkah slalu terkarunia, sampai bertemu di NGONTRAS#21.
Bagi yang berhalangan bergabung, rekaman zoom dapat disimak ulang melalui HISKI JEMBER OFFICIAL, https://bit.ly/YoutubeHISKIJember.***

Related Posts