Membangun kembali dunia yang baru: Kajian Ekokritisisme pada novel The Year Of The Flood karya Margaret Atwood

 

Membangun kembali dunia yang baru: Kajian Ekokritisisme pada novel The Year Of The Flood karya Margaret Atwood; Shinta Dewi Mellyawesti; 40 halaman; Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember.

 

Penelitian ini menganalisis tentang kajian ekokritisisme pada novel The Year Of The Flood karya Margaret Atwood. The Year of the Flood adalah sebuah novel yang menceritakan tentang menyelamatkan bumi dari manusia serakah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tentang hubungan antara manusia dan alam menggunakan konsep ekokritisisme milik Garrard. Manusia, alam dan binatang adalah makhluk hidup yang seharusnya bisa hidup secara berdampingan dan mendukung keberadaan satu sama lain. Meskipun pada dasarnya sifat alam yang tidak membutuhkan manusia, tetapi pada dasarnya semua makhluk hidup diciptakan dengan fungsi dan tujuan mereka masing-masing, begitu juga dengan teknologi dan ilmu pengetahuan. Mereka diciptakan untuk membantu manusia untuk membuat penemuan luarbiasa, tetapi beberapa manusia menyalahgunakannya dan mengakibatkan bencana. Atwood adalah seorang aktivis lingkungan, dia menulis tentang kemungkinan bencana di masa mendatang yang mungkin terjadi di masa depan jika manusia tidak mengubah sikap mereka terhadap alam. Hal-hal yang dimasukkan ke dalam novel tidak jauh berbeda dari kehidupan nyata, jadi dia membuat bencana biologis yang disebut The Waterless Banjir untuk menghancurkan manusia bersama dengan ciptaan buatan mereka untuk memulai hidup baru. Berdasarkan uraian di atas, teori ekokritisisme berdasarkan perspektif Greg Garrard sesuai untuk diterapkan dalam penelitian ini.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Ini berarti bahwa data tersebut dalam bentuk kalimat atau kata-kata. Data primernya adalah percakapan, dialog, fakta dan peristiwa yang diambil dari novel, terkait dengan degradasi lingkungan. Data sekundernya diambil dari buku-buku, jurnal dan internet. Penyiksaan hewan-hewan dan kejahatan manusia terhadap alam mengarah pada analisis pertama melalui konsep hewan menurut Garrard. Dalam proses kehancuran, apakah manusia berhak untuk mendapatkan hukuman untuk kejahatan mereka mengarah pada analisis kedua melalui konsep kehancuran berdasarkan perspektif milik Garrard. Langkah selanjutnya adalah menganalisis konsep kehancuran yang mengarah ke masa depan, dunia yang baru. Masa depan adalah tempat di mana kita menggantungkan harapan terbaik kita dan hal-hal yang baik, begitu pula dengan bumi. Bumi juga ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri dengan memaafkan semua kerusakan yang disebabkan oleh manusia.

Oleh karena itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa hubungan antara manusia dan non-manusia (alam) harus seimbang. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kemajuan yang luar biasa dalam kehidupan manusia dan mereka dapat membuat penemuan yang ajaib dari itu. Akan tetapi, ada batas di mana manusia tidak boleh melewati itu. Oleh karena itu, dengan sarana teknologi dan ilmu pengetahuan, bencana di masa depan bukan tidak mungkin karena eksploitasi oleh manusia terhadap alam. Karena para ilmuwan menyalahgunakan kemampuan mereka untuk tujuan yang jahat. Sebagai aktivis lingkungan, Atwood setuju bahwa untuk menyelamatkan bumi, manusia serakah harus dimusnahkan terlebih dahulu, mengingat bahwa akar penyebab kehancuran bumi adalah manusia. Karena mereka memiliki senjata lengkap; diantaranya yaitu kecerdasan, otak, nafsu, dan keinginan.

 

 

 

Related Posts

Leave a Reply